Privatisasi yang telah dilaksanakan PT Telkom merupakan model yang dapat diaplikasikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain, dengan penyesuaian situasional termasuk jenis industrinya. Yang penting dari proses privatisasi BUMN adalah agar intervensi pemerintah dikurangi sementara partisipasi aktif dan peran manajemen BUMN makin ditingkatkan. Karena bagaimanapun privatisasi BUMN masih diwarnai sejumlah kepentingan politik dan intervensi pemerintah.
Inisiatif manajemen dan dukungan pemerintah, kemudahan prosedur serta deregulasi menjadi suatu prakondisi yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan privatisasi. Bahkan, sampai saat ini proses privatisasi di Indonesia berjalan berdasar karena desakan upaya menutup defisit anggaran pemerintah.
Demikian disampaikan Setyanto P Santoso, Sabtu (15/12) saat ujian terbuka program doktor di Sekolah Pascasarjana UGM. Dirut PT Telkom Tbk (1992-1996) ini, mempertahankan desertasi “Kebijakan Privatisasi dan Implikasinya Terhadap Kinerja BUMN, Studi Kasus PT Telkom Tbkâ€.
“Sesungguhnya hal ini kurang menguntungkan dalam perspektif nilai perusahaan yang hendak diprivatisasi. Deregulasi sektor yang hendak diprivatisasi perlu disiapkan sedemikian rupa, sehingga perusahaan yang diprivatisasi akan mampu meningkatkan kinerjanya,†ujar Komisaris PT INDOSAT Tbk.
Promovendus lahir di Gombong 9 Agustus 1946. Menyelesaikan pendidikan S1 tahun 1971 dari Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padjajaran Bandung. Dirinya melanjutkan studi program master bidang ekonomi di Michigan State University, East Lansing AS dan lulus tahun 1976. Selain berhasil membawa PT Telkom “go puplic†di tahun 1995, iapun pernah mendapat penghargaan Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI, di bidang pembangunan telekomunikasi nasional tahun 1991 dan bidang pembinaan koperasi/UKM tahun 1995.
Dalam desertasinya, Setyanto berharap di era globalisasi dan pasar bebas, pemerintah seyogyanya mulai mengurangi peran dan intervensinya ke dalam manajemen BUMN. Kepentingan politik dibalik proses pengelolaan BUMN dan privatisasi, dapat diminimalkan melalui deregulasi, mekanisme pasar, dan privatisasi.
“Pengurangan intervensi pemerintah dalam tubuh BUMN diharapkan dapat mendorong efisiensi dan efektivitas pengelolaan BUMN. Biaya sosial dan political cost yang selama ini ditanggung manajemen BUMN akan menghambat penciptaan nilai (value creation) dan peningkatan kompetensi (core competence) BUMN untuk bersaing skala global,†tambah Dirut PT INTI (persero) 1989-1992 ini.
Katanya, intervensi dan regulasi hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pada saat mekanisme pasar tidak berjalan dengan sempurna (market failure). Di saat mekanisme pasar berjalan sempurna, intervensi dan regulasi justru menjadi sesuatu yang menghambat dan berdampak negatif.
“Monopoli dan pemberian hak eksklusif pada BUMN dalam jangka panjang akan mematikan potensi kompetensi BUMN yang bersangkutan di masa dating. Penerapan mekanisme pasar dalam setiap sektor perekonomian mutlak diperlukan untuk mendorong BUMN agar dapat dikelola secara efektif, efisien dan kompeten,†tandas Setyanto, yang dinyatakan lulus sekaligus meraih gelar doktor bidang ilmu ekonomi UGM. (Humas UGM).