Para pemimpin ASEAN sejak tahun 1997 mulai menggagas kebutuhan akan identitas kolektif antara warga bangsa ASEAN. Melalui pencanangan “ASEAN Vision 2010” sebagai komunitas, mereka berharap negara-negara di Asia Tenggara bisa saling peduli dan berbagi.
Mengingat kebutuhan yang mendesak, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, pun memutuskan untuk mempercepat pembentukan komunitas ASEAN, dari rencana semula tahun 2020 menjadi 2015. “Itu sebagai batas akhir pembentukan pasar barang, jasa, dan tenaga kerja global yang bebas di ASEAN,” ujar Dr. Ir. Ali Agus, D.A.A., D.E.A., Rabu (14/10) saat berlangsung Seminar & Workshop Internasional āASEAN Vision 2020 in Higher Education of Animal Scienceā.
Menurut Ali Agus, salah satu tantangan utama pembentukan komunitas ASEAN adalah bagaimana mendorong kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan dan mengetahui arti penting keberadaan komunitas tersebut. Terkait dengan hal itu, upaya meningkatkan komunikasi antarsesama warga ASEAN menjadi sangat penting. Dengan jalinan komunikasi yang terus meningkat diharapkan tumbuh pemahaman akan apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan. “Untuk itu, sarana interaksi dan komunikasi perlu dibangun dan dilembagakan guna membangkitkan kesadaran bersama tersebut,” tambahnya di Auditorium Fakultas Peternakan UGM.
Sementara di bidang pendidikan, berbagai lembaga yang dibentuk beberapa tahun silam di ASEAN, seperti SEAMEO (South Easth Asia Ministry of Education Organisation) pada level kerja sama tingkat menteri, maupun AUN (Asean University Network) di level universitas, dinilai belum optimal dalam perannya. Hal tersebut terutama tampak dalam implementasi program-program pada tataran lebih operasional, seperti pada tingkat fakultas atau jurusan.
Kondisi ini menjadi tidak kondusif manakala tantangan dan tuntutan pengelolaan pendidikan tinggi, termasuk pendidikan tinggi peternakan, di era global semakin meningkat dan kompetitif. “Dengan latar belakang seperti itu, dipandang perlu keberadaan sebuah forum di ASEAN yang lebih fokus pada pengembangan kerja sama operasional bidang peternakan,” tuturnya.
Oleh karena itu, seminar dan workshop yang berlangsung selama dua hari, 14-15 Oktober 2009, diharapkan mampu membentuk sebuah forum/network pendidikan tinggi peternakan di negara-negara Asia Tenggara, sebuah forum bernama South East Asia Network for Animal Science (SEANAS).
Enam pembicara yang dijadwalkan hadir dalam acara tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Tri Yuwanta, S.U., D.E.A. (Dekan Fakultas Peternakan UGM), Prof. Dr. Suthut Siri (Head of Departement of Animal Technology, Faculty of Agricultural Product, Maijo University, Chiang Mai, Thailand), Prof. Dr. Halimatun Yaakub (Head of Departement of Animal Science, Faculty of Agriculture, University Putra Malaysia, Selangor, Malaysia). Selanjutnya, Dr. Cesar C. Sevilla (Director of Institute of Animal Science, Faculty of Agriculture, UPLB at Los Banos, Phillipines), Prof. Dr. Nguyen Xuan Trach (Dean of Faculty of Animal and Aquaculture Sciences, Hanoi University of Agriculture, Hanoi, Vietnam), dan Prof. Dr. Zaelan Jelan (President Malaysian Association of Animal Production).
Seminar dan workshop yang diikuti pimpinan perguruan tinggi di Indonesia dan ASEAN, serta mahasiswa S1, S2, dan S3 ini diharapkan pula mampu meningkatkan kepedulian akan kesepakatan komunitas ASEAN di tahun 2015. “Juga bisa meningkatkan jejaring sesama pengelola institusi pendidikan tinggi peternakan di kawasan ASEAN, serta membangun forum komunikasi di antara mereka,” kata Ali Agus berharap. (Humas UGM)