
Degradasi tanah akibat konversi lahan, intensifikasi pertanian, urbanisasi, dan dampak perubahan iklim menjadi tantangan serius di Indonesia maupun global. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kesadaran publik serta penguatan kolaborasi lintas sektor dan institusi dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya keamanan tanah melalui gerakan kampanye penyelamatan tanah.
Hal itu mengemuka dalam kegiatan diskusi bertajuk “Save Soil Movement: Sahil Cycling Across Four Continents” di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Jumat (13/6). Kegiatan diskusi yang diinisiasi oleh Biro Manajemen Strategis (BMS) UGM ini menghadirkan empat pembicara utama, yakni Sahil Jha (Save Soil Changemaker), Raline Shah (Save Soil Ambassador), Prof. Benito Heru Purwanto (Dosen Fakultas Pertanian UGM), dan Praveena Sridhar (Chief Science & Technology Officer, Save Soil Movement).
Kepala Biro Manajemen Strategis UGM, Wirastuti Widyatmanti, S.Si., Ph.D, mengatakan tanah memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim karena kemampuannya menyimpan karbon dan mengatur emisi gas rumah kaca. Menurutnya, kolaborasi antara UGM dan Save Soil ini merupakan salah satu langkah strategis untuk bisa meningkatkan kesadaran global mengenai pentingnya keamanan tanah. “Tanah menjadi hal yang sangat penting untuk kehidupan kita. Tanah adalah sumber kehidupan, fondasi sistem pangan, air, dan hutan,” tegasnya.
Sahil Jha, aktivis muda dari India yang tengah bersepeda melintasi 20 negara di empat benua, berkesempatan untuk menyampaikan apa arti dari gerakan Save Soil itu sendiri. Sahil mengatakan bahwa perjalanan bersepedanya itu bertujuan untuk mengkampanyekan pentingnya pelestarian tanah sebagai bagian dari solusi atas krisis iklim dan ketahanan pangan global.
Sahil Jha juga menyampaikan bahwa tanah yang sehat adalah kunci untuk menghasilkan makanan berkualitas dan menjaga kelangsungan hidup manusia. Ia menceritakan bahwa awalnya ia tidak tahu banyak tentang tanah. Tetapi setelah banyak membaca dan melakukan riset, ia menyadari bahwa tanah merupakan hal yang sangat penting untuk kehidupan kita. “Tanpa tanah yang sehat, tidak akan ada makanan sehat yang bisa kita ciptakan untuk para generasi berikutnya,” ujar Sahil.
Dari sisi akademik, Professor Benito yang merupakan pakar tanah dari UGM, menjelaskan bahwa tanah merupakan elemen vital dalam ekosistem yang sangat rentan terhadap kerusakan dan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk pulih. Ia menekankan bahwa tanah merupakan habitat paling beragam di bumi, namun kini berada dalam ancaman serius akibat berbagai aktivitas manusia. “Satu meter persegi tanah sehat mengandung hingga 1,5 kilogram organisme hidup. Namun kita kehilangan jutaan hektar tanah produktif setiap tahunnya akibat erosi, pengasaman, urbanisasi, dan penambangan,” jelasnya.
Di akhir sesi, Raline Shah yang secara daring turut hadir untuk memberikan motivasi kepada para peserta agar bisa ikut menggemakan gerakan Save Soil ini. Raline menyampaikan bahwa tanah bukan sekadar elemen pertanian, melainkan fondasi kehidupan dan kesehatan manusia, termasuk melalui perannya dalam menunjang ketahanan pangan dan keseimbangan ekosistem. “Tanah adalah fondasi kehidupan, dan Save Soil bukan hanya sebuah gerakan kita untuk mempertahankan lingkungan kita, tapi juga sebuah gerakan untuk menyadarkan kita tentang pentingnya tanah,” katanya.
Wirastuti juga menekankan bahwa kegiatan Save Soil Movement ini menjadi momentum strategis bagi UGM untuk mendorong keterlibatan generasi muda dalam pelestarian tanah serta memperkuat peran universitas dalam isu keberlanjutan. Hal ini juga sejalan dengan inisiatif UGM dalam membentuk Center of Excellence di bidang Soil Security, sebagai wujud nyata kontribusi kampus dalam membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie