Pertunjukkan wayang kulit dengan lakon tertentu yang menyertai upacara bersih desa memiliki dua keterkaitan, yaitu kaitan spiritual dan kaitan sosial. Kaitan spiritual, yaitu pertunjukkan wayang kulit dengan lakon tertentu merupakan sarana upacara untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan kaitan sosial yaitu sebagai sarana untuk memperkokoh jaringan sosial, kesetiakawanan sosial, solidaritas sosial, yang pada gilirannya akan memperkokoh rasa persaudaraan sesama warga masyarakat.
Terjadinya perbedaan pemilihan lakon pada masing-masing daerah, disebabkan karena setiap penyelenggara bersih desa memiliki tujuan dan/ atau penafsiran terhadap makna simbolis lakon yang berbeda-beda pula. Hal ini didasari atas tradisi yang telah berlangsung secara turun temurun, sehingga tujuan dan/atau penafsiran terhadap makna simbolis lakon hanya berlaku pada masyarakat pendukungnya.
Menurut Sarwanto SKar MHum, makna pertunjukkan wayang kulit terdapat pada lakon yang disajikan, baik lakon wahyu maupun lakon Baratayuda. Lakon Wahyu memberikan tuntunan, tontonan, dan tatanan dalam masyarakat. Karena dalam lakon tersebut, berisikan nilai-nilai yang memperkaya pengalaman jiwa yang tidak lepas dari nilai kemanusiaan, Ketuhanan, keadilan, tapa brata, keagungan dan sebagainya.
“Selain itu lakon wahyu memberikan harapan tuah baik bagi masyarakat atau penanggap wayang, agar dikaruniai keselamatan, kebahagiaan, kemuliaan, ketentraman, panenan yang melimpah dan lancar dalam mendapatkan rezeki,†ujar Sarwanto.
Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Jurusan Pedalangan ini menyampaikan hal itu, saat melangsungkan ujian terbuka program doktor Bidang Pengkajian Seni Pertunjukkan, Selasa (6/11) di Sekolah Pascasarjana UGM. Promovendus didampingi promotor Prof Dr RM Soedarsono dan kopromotor Prof Dr C Soebakdi Sumanto serta Prof Dr Soetarno DEA mempertahankan desertasi “Fungsi dan Makna Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Dalam Upacara Bersih Desa Di Daerah Eks Karesidenan Surakartaâ€.
Sementara lakon Baratayuda, kata Sarwanto, adalah sebagai simbol penyucian atau ruwatan, simbol penolak bala, dan simbol kesuburan. Dengan demikian pertunjukan wayang kulit dalam upacara bersih desa mengandung dimensi vertikal dan horizontal.
“Dimensi vertical adalah ucapan rasa syukur dari masyarakat penyelenggara bersih desa kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang diberikan, sedangkan dimensi horizontal adalah cerminan hubungan masyarakat terhadap sesamanya yang dimanifestasikan dalam kegiatan sosial pada upacara tersebut,†kata Sarwanto yang dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan.
Sarwanto menambahkan fungsi pertunjukan wayang kulit dalam upacara bersih desa di daerah Eks Karesidenan Surakarta dalam realitas terdapat dua belas fungsi, yang berupa fungsi primer dan sekunder. Fungsi primer yang dimaksudkan, bahwa pertunjukan wayang kulit disajikan untuk dinikmati. Selain itu, pertunjukan wayang kulit merupakan ungkapan estetis yang didalamnya mengandung nilai-nilai kehidupan, cita-cita spiritual yang dalam, dan dapat memberikan pencerahan, yang pada gilirannya akan mengangkat harkat dan martabat manusia.
“Sedangkan fungsi sekunder yang dimaksud adalah pertunjukan wayang kulit yang dimanfaatkan tidak sekedar untuk dinikmati, namun juga untuk keperluan lain atau sebagai sarana pendidikan, komunikasi, hiburan dan sebagainya,†jelasnya. (Humas UGM).