Tingginya kompetisi antar dan regulasi pendidikan yang semakin ketat, menjadikan perguruan tinggi harus segera mengikuti tantangan jaman jika ingin bertahan dan berkembang. Ada banyak cara yang kemudian dilakukan perguruan tinggi, diantaranya mendirikan banyak kelompok kerja di perguruan tinggi yang merupakan representasi Boundary Role Persons (BRP).
Dalam pandangan Nurus Sa’adah, S.Psi., M.Si, BRP ini merupakan individu-individu yang berfungsi mewakili organisasi berinteraksi dengan lingkungan. Individu yang disebut BRP antara lain bisa Duta Besar negara, juru bicara, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, humas dan sales. Urgensi pekerjaan BRP ada di semua organisasi, baik organisasi profit maupun non profit, organisasi kecil maupun besar.
“Begitu juga dengan urgensi BRP di organisasi perguruan tinggi. Ada banyak kelompok kerja di kampus yang merepresentasikan BRP ini. Dalam penelitian dan desertasi, saya fokus BRP untuk tim promosi yang berperan mengamankan input perguruan tinggi dalam mencari calon mahasiswa baru”, ujarnya di Aditorium Fakultas Psikologi UGM, Senin (22/7) saat melaksanakan ujian terbuka Program Doktor Ilmu Psikologi.
Mempertahankan disertasi “Kinerja Boundary Role Persons (BRP) dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya: Suatu Studi di Perguruan Tinggi”, Nurus Sa’adah mengungkapkan berbagai strategi promosi telah dikembangkan, namun tim promosi dan pengelola belum maksimal dimiliki oleh setiap perguruan tinggi. Bahkan setiap tahun beberapa Perguruan Tinggi melakukan bongkar pasang tim promosi.
“Kondisi ini cukup memprihatinkan, mengingat tim promosi sebagai BRP yang memiliki fungsi strategis dalam mencari input perguruan tinggi belum permanen kedudukannya”, papar dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Sementara itu, kata dia, beberapa perguruan tinggi yang telah memiliki tim permanen mencoba melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kinerja tim promosi. Berbagai cara yang ditempuh antara lain pemberian kompensasi dan fasilitas akomodasi selama perjalanan promosi.
“Meski efektivitas pemberian kompensasi belum terbukti secara empiris, namun tidak semua perguruan tinggi mampu memberikan kompensasi tersebut. Problem promosi perguruan tinggi inilah yang hingga kini belum terpecahkan, sementara kompetisi antar perguruan tinggi terutama di Yogyakarta sangat ketat”, jelas perempuan kelahiran Rembang 20 November 1974.
Memahami proses kerja tim promosi, Sa’adah fokus meneliti kinerja BRP melalui pengelolaan informasi (gatekeeping), kerjasama (transacting), penyelarasan kepentingan internal organisasi dengan pihak luar (integrating) dan menjamin keberlanjutan kesepakatan yang dibuat dengan berbagai pihak (protecting). Hasil penelitian memperlihatkan bila kinerja BRP dipengaruhi oleh komitmen tujuan, conscientiousness, iklim komunikasi, kooperatif mitra dan keadilan upah secara bersama-sama.
“Bahwa kinerja BRP tim promosi merupakan hasil dari proses belajar. Semangat belajar yang merupakan ciri sifat kepribadian conscientiousness akan termanifestasi dalam perilaku mencari informasi secara utuh dan penuh perhatian, lalu mengelolanya dalam proses berpikir”, tuturnya. (Humas UGM/ Agung)