YOGYAKARTA – Pasca reformasi digulirkan 15 tahun lalu, Indonesia telah berhasil mencapai banyak kemajuan. Diantaranya, rotasi kepemimpinan nasional bisa dilakukan secara reguler dalam situasi damai, dimana kondisi ini masih merupakan impian yang diinginkan oleh banyak negara Timur Tengah saat ini. Selain itu, kebebasan berpendapat dan berorganisasi di Indonesia juga dijamin dengan baik disamping pembangunan ekonomi yang tumbuh mengagumkan di tengah hempasan krisis ekonomi dunia.
Namun, di tengah prestasi tersebut, terdapat beberapa kerawanan dalam proses pembangunan, yakni ketimpangan pembangunan ekonomi, keadilan sosial, pengelolaan lingkungan, perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijak, masih merupakan masalah krusial yang memerlukan penanganan serius. Yang banyak terjadi, justru kebijakan pemerintah menjadi sumber masalah bagi keberlanjutannya pembangunan.
Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc., menilai salah satu sumber pusaran masalah yang paling mendasar dalam kebijakan pemerintah adalah korupsi. Pasalnya, dalam berbagai persidangan di peradilan terungkap bahwa proyek-proyek pembangunan sejak awal memang diadakan dan direkayasa untuk memberikan peluang korupsi.
Menurut Pratikno, nilai biaya eksplisit (biaya terlihat) korupsi selama tahun 2012 sebesar Rp168,19 Triliun, Namun dari total nilai hukuman finansial atau uang hasil korupsi yang dikembalikan ke negara hanya Rp15,09 Triliun atau 8,97%. “Nilai eksplisit yg hilang sebesar Rp153,1 T. Inipun masih perlu ditambah biaya implisit (tidak terlihat), seperti biaya antisipasi, biaya reaksi dan biaya kesempatan. Mungkin bisa mencapai Rp 250 T,” kata Pratikno dalam pidato sambutan acara wisuda program pascasarjana UGM periode IV tahun 2012/2013, Kamis (25/7).
Pemerintah menurutnya sudah serius dalam mencegah dan memberantas korupsi. Lewat adanya audit dari berbagai lembaga digiatkan. Seperti lembaga BPKP, BPK, Audit Independen, dan bahkan pengawasan oleh berbagai macam LSM dan Media Massa. Prosedur yang rumit dan kompleks juga dibuat yang secara teoritis akan mencegah korupsi. Lembaga-lembaga antirasuah, KPK, dibentuk dengan kekuasaan yang besar untuk memberantas korupsi. Bahkan peradilan Tipikor didirikan. “Para koruptor bahkan diadili, dipermalukan dengan ditempatkan di penjara Sukamiskin,” ujarnya.
Yang terjadi justru sebaliknya, menurut Pratikno korupsi masih terus berlanjut bahkan semakin membesar. Yang menggenaskan, justru pencanggihan korupsi karena yang melakukan korupsi justru orang yang berpendidikan. Menurutnya, masifnya perilaku korupsi disebabkan tergerusnya etika dan moral pejabat publik dan penyelenggara negara. “Seharusnya acuan etika dan moral ini harus menjadi dijadikan rujukan, dijadikan koreksi diri, dan dijadikan parameter,” tandasnya. Menurut Pratikno, saat ini publik membutuhkan pejabat dan penyelenggara Negara yang beretika dan bermoral dalam kehidupan bermasyarakat agar korupsi bisa diberantas.
Wisuda 774 Lulusan Pascarsarjana
Pada periode ini Universitas Gadjah Mada mewisuda 774 lulusan pascasarjana yang terdiri dari 710 master, 46 spesialis dan 18 doktor. Lama studi rata-rata wisudawan-wisudawati periode ini adalah 2 tahun 7 bulan untuk jenjang S-2, 5 tahun 2 bulan untuk jenjang Spesialis, dan 5 tahun 3 bulan untuk jenjang S-3.
Studi tersingkat untuk jenjang S-2 diraih Dini Feti Anggraini, dari prodi Geografi, Fakultas Geografi, yang berhasil menyelesaikan program master dalam waktu 1 tahun 3 bulan. Jenjang Spesialis diraih Alfi Wahyudi, dari Program Studi Radiologi, Fakultas Kedokteran, dengan lama studi 3 tahun 3 bulan; Untuk jenjang S3 diraih Pujiharto, dari Program Studi Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, dengan lama studi 3 tahun 4 bulan.
Lulusan termuda pada periode ini diraih M. Rezki HR dari Prodi Perencanaan Kota dan Daerah, Fakultas Teknik yang berhasil meraih gelar master pada usia 21 tahun 3 bulan 5 hari.
Jumlah wisudawan jenjang S-2 yang berpredikat Cumlaude sebanyak 180 orang atau 25,39% dari 709 orang lulusan.Sedangkan wisudawan jenjang S-3 yang berpredikat Cumlaude sebanyak 5 orang atau 27,78% dari 18 orang lulusan jenjang S-3. Indeks Prestrasi Kumulatif (IPK) rata-rata wisudawan-wisudawati periode ini adalah 3,56 untuk jenjang S-2, 3,41 untuk jenjang Spesialis, dan 3,69 untuk jenjang S-3. (Humas UGM/Gusti Grehenson)