![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/17101313819835991761107426-680x510.jpg)
YOGYAKARTA – Dewan Energi Nasional (DEN) RI mendesak pemerintah untuk mendorong pemanfaatan Bahan Bakar Gas dan Batu Bara untuk menggantikan BBM. Pasalnya cadangan minyak yang terus menurun, dan ditambah kondisi saat ini Indonesia telah menjadi negara net importir minyak sejak tahun 2003. “Mengigat cadangan minyak yang terus menurun maka orientasi pemanfaatan minyak secarap bertahap digeser ke gas. Apalagi kebutuhan energi listrik terus meningkat maka batu bara menjadi tulang punggung pembangkit listrik nasional,” kata anggota DEN RI, Dr.Tumiran dalam Dialog dan Sosialisasi Kebijakan Energi Nasional di Hotel Aston Yogyakarta, Kamis (17/10).
Tumiran menambahkan, kebutuhan energi memang cenderung meningkat sehingga negara melakukan impor minyak sebesar 400 barrel setiap hari tapi ia menyesalkan kebijakan pemerintah yang lebih banyak menjual sebagian besar batu bara dan gas ke luar negeri. Karenanya Indonesia dikenal sebagai ekportir batu bara terbesar di dunia. “Gas kita sekitar 50 persen ekspor, padahal di dalam negeri kita masih kurang. Jika ini terus dibiarkan menurut data, 2019 kita akan mengalami krisi gas,”imbuhnya.
Mantan Dekan Fakultas Teknik UGM ini mendesak pemerintah untuk menghentikan kebijakan perdagangan ekspor gas dan batu bara. Sebaliknya memanfaatkan cadangan energi nasional tersebut untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru dengan tumbuh kembangnya industri nasional. “Harus ada peningkatan nilai tambah jika dimanfaatkan untuk industri, listrik dan sebagainya,”katanya.
Yang tidak kalah penting, menurut Tumiran, ketersediaan sumber daya energi terbarukan yang melimpah, pemanfaatannya juga harus ditingkatkan lewat penguasaan teknologi yang dimiliki yang ditopang industri nasional.
Staf ahli menteri bidang penguatan struktur industri, Kementrian Perindustrian, Achdiat Atmawinata, mengatakan hingga saat ini sektor industri masih mendominasi konsumsi energi yang digunakan sebagai bahan bakar dan bahan baku, yakni 48,4 persen. “Diikuti bidang transportasi 34 %, rumah tangga 12,2 % dan bangunan komersial 4,4 %,” katanya.
Dari jumlah tersebut, kebutuhan energi bagi industri terbesar berada di jawa 75 %, Sumatera 18,37 %, diikuti Kalimantan 3,41 % persen. “Kedepan, seharusnya diubah industri tidak lagi berpusat di jawa,”imbuhnya.
Agus Subekti, Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Dikti, Kemedikbud, menyatakan Indonesia di masa mendatang tidak harus mengandalkan potensi sumber daya alam semata. Seperti yang dilakukan negara maju di luar negeri,”kuncinya adalah inovasi,” ungkapnya. Menurutnya, pengetahuan bisa sebagai pendorong kekuatan ekonomi lewat penguatan inovasi yang dihasilkan oleh SDM yang handal. (Humas UGM/Gusti Grehenson)