
Pengelolaan obat (khususnya distribusi) ketika terjadi bencana alam masih perlu diperbaiki. Mengacu pengalaman penanganan bencana yang telah dilakukan sebelumnya masih terjadi kasus seperti LSM yang beroperasi di daerah bencana tidak terkoordinir dan berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya, banyak LSM yang melaksanakan program hanya sesuai keinginan mereka dan bukan kebutuhan negara (daerah penerima).
“Termasuk distribusi obat. Ini perlu dikoordinasikan jangan sampai jalan sendiri-sendiri,”papar dr. Rustamaji pada pembekalan dan pelatihan relawan Disaster Response Unit (DERU) LPPM UGM, Sabtu-Minggu (12-13/10) di UGM.
Selain koordinasi, jejaring pengelolaan obat baik di level kabupaten/kota maupun propinsi harus dikembangkan. Yogyakarta, kata Rustamaji, cukup berpengalaman membentuk jejaring ini saat gempa besar Bantul dengan bantuan WHO. Sayangnya,koordinasi pengelolaan obat yang kurang baik ini masih diwarnai beberapa persoalan lain seperti kondisi obat yang rusak hingga kadaluwarsa.
“Masa kadaluwarsa obat yang terlalu pendek hingga labelnya yang berbahasa asing sehingga terkadang membingungkan masyarakat,”imbuhnya.
Sementara itu Manajer Pusdalop Penanggulangan Bencana DIY, Danang Samsurizal menekankan arti penting adanya relawan pada saat bencana terjadi. Keberhasilan penanggulangan bencana salah satunya didukung dari adanya relawan tersebut. Relawan penanggulangan bencana setidaknya harus berpegang teguh pada Panca Dharma relawan , yaitu mandiri, profesional, solidaritas, sinergi dan akuntabel.
“Peran relawan sangat dibutuhkan baik pada pra bencana, ketika bencana maupun setelah bencana terjadi,”kata Danang.
Senada dengan itu Julianto dari TAGANA DIY menambahkan agar pada setiap penanggulangan bencana selalu melibatkan masyarakat khususnya yang berada di daerah rawan bencana. Kegiatan penyadaran masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana bisa dimulai dari penyusunan rencana aksi setempat.
“Prinsipnya, penguatan kebijakan dalam pengurangan risiko bencana diarahkan kepada sosialisasi dan harmonisasi kebijakan penanggulangan bencana sehingga secara operasional bisa berjalan di lapangan,”tutur Julianto (Humas UGM/Satria AN)