BANTUL – Tim Pengabdian kepada Masyarakat Fakultas Kedokteran Hewan UGM melaksanakan pemeriksaaan dan pengobatan gratis pada ternak sapi milik kelompok tani di dusun Wirokerten, Kepuh Kulon, Banguntapan, Bantul, Sabtu (19/10). Tim yang beranggotakan dosen dan mahasiswa koasistensi ini memeriksa puluhan ekor sapi milik peternak ‘Sidodadi’ dan ‘Sakaran’.
Ketua tim, Dr. drh. Dhirgo Aji, MP mengatakan pemeriksaan kesehatan sapi di dua kandang milik peternak tersebut, hanya di kandang milik kelompok ternak Sakaran, mereka menemukan 13 ekor sapi menderita penyakit filariasis, infeksi cacing pada daerah sekitar mata. “Sangat jelas bahwa ini efek dari buruknya sanitasi kandang,” kata Dhirgo Aji.
Selain menderita filariasis, hampir semua hewan milik 11 peternak ini mengalami gejala kurang gizi. Dhirgo Aji mensinyalir, kondisi ini disebabkan peternak yang memiliki masalah untuk membiayai pemeriksaan dan pengobatan hewan ternak mereka. “Tidak dilaporkan pada dokter hewan praktek,” katanya.
Sebagian besar sapi milik kelompok tani Sakaran ini menderita gejala kurang gizi, karena pakan yang diberikan seadanya. Padahal untuk ternak sapi potong, seharusnya pakan yang diberikan menjadi perhatian serius. “Karena kurang gizi, itulah sebabnya sapi mereka gagal bunting walaupun sudah dilakukan kawin suntik 2 sampai 3 kali,” katanya.
Berbeda dengan kondisi hewan piaraan milik peternak Sidodadi yang telah diperiksa sebelumnya, sebagian peternak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik dalam menjaga kesehatan hewan piaraan mereka.
Rencananya, pada kelompok tani Sakaran, FKH UGM akan melakukan pendampingan selama empat tahun agar peternak bisa berkembang lebih baik lagi dari sebelumnya. “Target kami, tahun depan sudah ada perubahan. Dari beternak yang sekedarnya menjadi lebih serius memperhatikan kesehatan ternaknya,” paparnya.
Pada pemeriksaan dan pengobatan hewan secara gratis kali ini, tim dokter hewan FKH UGM lebih banyak mengobati hewan ternak yang terindikasi terkena penyakit infeksi bakteri sehingga diobati dengan diberi antibiotik. Sedangkan sapi yang mengalami gejala defisiensi, diberikan suntikan vitamin sekaligus penambah nafsu makan.
Pardiman, 54 tahun, salah satu anggota kelompok tani Sakaran terlihat senang saat sapinya diberikan suntikan vitamin pada sapi betina miliknya. Dia mengaku selama ini sapinya kesulitan mengangkat salah satu kakinya saat berjalan.
Bapak tiga anak ini menuturkan sapi betina yang berumur 9 tahun itu, ia beli dari seorang teman dekatnya saat sapi tersebut masih berumur 2 tahun. Setelah dipelihara selama 7 tahun, sapi yang menjadi satu-satunya milik Pardiman ini telah melahirkan total 5 ekor. “Satu ekornya saya bisa jual Rp 5 sampai Rp 7 juta,” katanya.
Kendati mengaku tidak menggantungkan hidup dari beternak sapi, Pardiman mengaku tetap memilih memelihara sapi lokal sebagai hewan ternaknya meskipun harga sapi tersebut di pasaran masih kalah jauh dengan sapi impor. “Punya satu ini saja saya sudah bersyukur,” tuturnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)