Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia. Sayangnya bangsa Indonesia belum memanfaatkan secara maksimal potensi yang ada.
“Indonesia punya potensi produksi perikanan terbesar di dunia sekitar 65 juta ton per tahun dan baru 20 persennya yang dimanfaatkan,” kata Prof. Dr.Ir. Rokhmin Dhanuri, M.S., Guru Besar Fakultas Pertanian dan Ilmu Kelautan IPB, di Auditorium FTP UGM, Selasa (22/10) dalam pembekalan calon wisudawan pascasarjana UGM.
Rokhmin mengatakan sumber daya kelautan selama ini hanya dipandang sebelah mata dan dalam pemanfaatan sumber daya kelautan tidak dilakukan secara profesional dan ekstraktif. Sehingga tidak mengherankan apabila sektor ekonomi kelautan hanya berkontribusi kecil terhadap PDB Indonesia yakni sekitar 25 persen.
“Angka ini jauh lebih kecil ketimbang negara-negara yang wilayah lautnya lebih sempit dari pada Indonesia seperti Thailand, Jepang, Korea Selatan, China, Silandia, dan Norwegia yang justru sektor ekonomi kelautannya menyumbang kontribusi lebih besar antar 30-60 persen dari PDB masing-masing negara. Kalau melihat fakta tersebut maka kinerja pembangunan kelautan Indonesia sampai sekarang masih jauh dari optimal,” urainya.
Menurutnya pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan sektor-sektor kelautan hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia dan orang-orang asing yang terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi kelautan moderen. Sementara mayoritas penduduk pesisir lokal masing berada dalam kemiskinan.
Rendahnya kinerja pembangunan wilayah pesisir dan kelautan Indonesia, lanjut Rokhmin salah satunya dipengaruhi oleh kebijakan politik ekonomi yang tidak kondusif. Dampaknya, potensi ekonomi kelautan yang cukup besar tersebut baru dalam jumlah kecil yang dimanfaatkan untuk mensejahterakan rakyat. Ditambah lagi dalam pengelolaan sektor ekonomi kelautan dilakukan secara tradisional dan berorientasi mendulang keuntungan finansial sebesar-besarnya tanpa memperdulikan kelestarian lingkungan
“Dalam menjalankan bisnis kelautan moderen pun kurang melibatkan masyarakat di kawasan pesisir,” tambahnya.
Dikatakan Rokhmin pembangunan bidang kelautan dan pengembangan bisnis di sektor kelautan kedepan harus lebih produktif, efisien, dan berdaya saing. Selain itu juga keuntungan usahanya harus bisa dinikmati oleh seluruh stakeholders dan masyarakat pesisir secara berkeadilan dan bersifat ramah lingkungan.
Untuk dapat membangun sektor ekonomi dan unit bisnis kelautan yang berkelanjutan dalam praktiknya seyogianya menerapkan prinsip -prinsip seperti setiap usaha harus memenuhi skala ekonominya, menggunkan integrated supply chain management system berbasis inovasi, dan penguatan dan penguatan industri hulu dan hilir. Melakukan pembangunan ramah lingkungan yang berkelanjutan, kerjasama sinergis antar sektor dan unit usaha, serta pembangunan kluster ekonomi kelautan.
“Jika kita bisa melaksanakan pembangunan kelautan seperti itu maka tahun 2030 Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan makmur,”tutur Rokhmin.
Sementara Wiratni Budhijanto, Ph.D., dosen Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM dalam kesempatan itu menyorot tentang pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan rakyat. Selama ini banyak dilakukan penelitian namun hasilnya tidak menyentuh ke masyarakat. Terutama penelitian di bidang tepat guna yang selalu lekat dengan image mahal dan sulit diaplikasikan di masyarakat.
“Justru hal itu menjadi tantangan yang harus dipecahkan oleh para peneliti, bagaimana menghilangkan kesan teknologi yang identik dengan mahal dan sulit dan membuat teknologi menjadi sederhana dan terjangkau,” jelasnya. (Humas UGM/Ika)