![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/23101313825008561404551160-700x510.jpg)
Upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman akademisi, praktisi dan pembuat kebijakan tentang pentingnya diplomasi kemanusiaan dalam agenda diplomasi internasional menjadi agenda penting seminar yang digelar Program on Humanitarian Action (PoHA), Institute of International Studies (IIS) UGM bekerjasama dengan RESPECT Program, OSAKA University di Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (24/10). Sebab dunia saat ini menjadi saksi atas komitmen yang terus meningkat terhadap nilai-nilai kemanusiaan dengan meningkatnya jumlah organisasi-organisasi kemanusiaan yang mendedikasikan diri untuk menangani masalah-masalah kemanusiaan.
Menurut Prof. Stefano T. Tsukamoto, Koordinator Kantor Satelit RESPECT Program Osaka University di UGM, perkembangan dunia yang semakin global membuat tragedi kemanusiaan tidak bisa lagi dianggap sebagai masalah dalam negeri masing-masing negara. Krisis kemanusiaan yang dipicu oleh manusia atau bencana alam telah menunjukkan perlunya solidaritas global dalam rangka menyelesaikan masalah kemanusiaan.
Masyarakat perlu dipersiapkan agar mampu mengantisipasi dan merespon terhadap setiap kejadian bencana. Terutama bagaimana menciptakan sistim komunikasi yang mampu memperkuat masyarakat agar tahan menghadapi bencana. “Karenanya informasi yang terkoordinasi menjadi bagian penting dalam upaya mengantisipasi dan merespon kejadian bencana”, katanya.
Sementara itu, Dr. Jacinta O’Hagan dosen Australian National University mengungkapkan peran serta akademisi, praktisi serta pembuat kebijakan sangat dibutuhkan untuk memberi kerangka pemikiran yang lebih jelas mengenai konsep diplomasi kemanusiaan. karena itu, ia menawarkan kerangka akademik diplomasi terkait aktivitas kemanusiaan.
Jacinta menjelaskan tantangan berat dalam diplomasi kemanusiaan lebih terkait pada kekuasaan (power) yang dimiliki negara. Bahwa politik diplomasi untuk kemanusiaan diperuntukan untuk negara sekaligus kepentingan kemanusiaan. “Kini peluang tersebut besar seiring dengan merebaknya isu-isu kemanusiaan, namun yang esensi tetaplah proteksi dan asistensi yang menjadi tujuan kemanusiaan di saat orang sedang mengalami krisis”, jelas Jacinta.
Patrick Megevand, Koordinator Komunikasi Delegasi Regional ICRC Indonesia Timor Leste menambahkan International Committee of the Red Cross menjadi bentuk diplomasi kemanusian yang bisa dirasakan selama ini. Prinsip-prinsip tidak memihak, netral dan independen menjadi basis ICRC dalam melakukan aksi-aksi kemanusiaan dimana saja. “Prinsip-prinsip tersebut digunakan baik untuk negara maupun non negara. Hal tersebut menjadi bukti ICRC dalam aksi kemanusiaan untuk selalu menghormati hukum internasional”, paparnya. (Humas UGM/ Agung)