![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2013/11/01111313832842811192140715-680x510.jpg)
Keterkaitan historis dan emosional antara Fakultas Kehutanan UGM dan alumninya dengan Yogyakarta dan kawasan Gunung Merapi sangat erat. Hubungan yang erat tersebut telah mendorong keinginan untuk mengimplementasikan program konservasi dan rehabilitasi ekosistem kawasan secara terintegrasi dan berkelanjutan dalam program Gerakan Merapi Hijau.
Menurut Joko Supriyadi, Gerakan Merapi Hijau merupakan upaya membangun sinergi, sinergi peran, sinergi kelembagaan dan sinergi alokasi sumberdaya melalui serangkaian program dan kegiatan konservasi dan rehabilitasi ekosistem Merapi. wujud nyata dari gerakan ini antara lain restorasi ekosistem Merapi melalui penghijauan bertahap dan berkelanjutan di kawasam Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) yang mengalami kerusakan karena erupsi dan kawasan-kawasan bekas tambang. Membangun desa konservasi mandiri dengan melibatkan masyarakat desa daerah penyangga TNGM sebagai ujung tombak kelestarian sumberdaya hutan dan ekosistemnya di kawasan Merapi. Yaitu dengan mempersiapkan masyarakat di kawasan ini untuk menghadapi erupsi yang terjadi secara periodik.
“Pelibatan aktif masyarakat desa penyangga hutan dalam restorasi ekosistem Merapi mutlak diperlukan. Berbeda dengan kawasan lainnya, skema pelibatan masyarakat di kawasan ini harus diintegrasikan pula dengan penanganan atau pengurangan resiko bencana”, paparnya belum lama ini, di dusun Tunggul Arum saat berlangsung Kirab Budaya sebagai bagian dari kegiatan pencanangan Gerakan Merapi Hijau.
Joko Supriyadi mengungkapnkan Gerakan Merapi Hijau berencana merestorasi kawasan hutan seluas 847 ha yang menyebar di 17 dusun di Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali. Dengan diatur secara bertahap dan berkelanjutan, kegiatan restorasi dimulai tahun 2013 dan berlangsung selama 5 tahun. Restorasi ini akan dilakukan Fakultas Kehutanan UGM bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), BPDAS-PS dan JICA.
Sementara program membangun desa konservasi mandiri, katanya, program ini telah diinisiasi Desa Konservasi Mandiri Wonokerto oleh Sekolah Desa Siaga Bencana, Fakultas Kehutanan UGM, Pemerintah Desa Wonokerto, UIN Sunan Kalijaga dan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Bahkan saat ini telah terbentuk Kelompok Tani Kemenyan Merapi yang akan mengembangkan budidaya tanaman kemenyan di kawasan penyangga budidaya tanaman bambu kedepannya.
Dr. Ir. Lies Rahayu Wijayanti Faida, M.P, Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset dan Sumber Daya Manusia menyambut baik kegiatan Kirab Budaya dalam rangka pencanangan Gerakan Merapi Hijau dalam rangka Dies ke-50 Fakultas Kehutanan UGM. Kirab Budaya yang digelar bersama Fakultas kehutanan, TNGM dan masyarakat desa Wonokerto dinilai sebagai upaya mengajak masyarakat luas dalam rangka mensukseskan program Gerakan Merapi Hijau.
“Kegiatan bersama kita dengan TNGM yang mendapat respon dari masyarakat ini menunjukkan kesediaan masyarakat lereng Merapi untuk menjadikan lingkungannya semakin baik”, katanya.
Selain sajian kesenian Topeng Ireng, Kirab Budaya Gerakan Merapi Hijau diramaikan pula penampilan pantomimer Jemek Supardi. Juga tampil kesenian Jathilan, Dayakan, Begodro dan tari dari TNGM. (Humas UGM/ Agung).