YOGYAKARTA – Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., mengusulkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI), Kemdikbud, digabung menjadi di bawah satu koordinasi kementerian. Hal itu dilakukan untuk memperkuat manajemen riset dari kalangan peneliti lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi. Selain menghasilkan produk riset berkualitas, penggabungan ini akan lebih menghemat anggaran yang selama ini lebih besar pada biaya pengelolaan dana riset. Namun demikian, usulan tersebut hendaknya dapat direalisasikan pada kabinet mendatang pasca pemilu 2014.
“Ada semacam kementerian pendidikan tinggi, riset dan teknologi. Adapun Kemdikbud hanya mengurusi pendidikan dasar dan menengah,” kata Pratikno usai membuka lokakarya nasional ke-6 ‘Manajemen Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi’ di Hotel Eastparc, Kamis (7/11).
Pratikno menambahkan pengelolaan dana riset selama ini terdapat di beberapa kementerian seperti Kemenristek, Kementerian Perdagangan, kemdikbud, Kementerian BUMN Serta Kementerian Keuangan. Apabila manajemen riset dikelola atau diurus satu kementerian maka akan lebih optimal. “Sekarang dana riset di tempatkan dimana-mana, pemanfaatan anggaran tidak optimal, biaya operasionalnya juga mahal,” ungkapnya.
Sinergi pengelolaan dana riset ini ke depan diharapkan mampu menopang kebutuhan industri nasional. Kendati alokasi dana riset nasional yang masih dibawah angka 1 persen dari APBN, menurut Pratikno bukan jadi masalah dalam pengembangan riset berkualitas dunia. Oleh karena itu, pemerintah perlu memfokuskan produk riset unggulan nasional agar produk yang hasilkan peneliti yang diadopsi oleh industri tersebut bisa dipasarkan di pasar internasional dan domestik. “Soalnya dalam perdagangan internasional kita ini dianggap pendatang baru. Sedangkan di pasar domestik, produk barang dan jasa sudah dikuasai asing,” katanya.
Staf Ahli Menristek Bidang Energi dan Material Maju, Ichwan Suhadi, mengatakan alokasi dana riset Indonesia bekisar 0,08 persen dari dana APBN atau berkisar sekitar Rp 20 triliun per tahun. Menurutnya dana tersebut masih belum cukup untuk menopang riset yang lebih baik. “Umumnya di negara maju prosentasenya 3,5 persen dari GDP untuk pengembangan iptek,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Dr. Suratman, M,.Sc menuturkan hasil riset di UGM selama ini diperuntukan untuk menopang kebutuhan industri nasional dan diaplikasikan untuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan pengabdian tidak hanya menjadi tolak ukur bagi si peneliti untuk syarat pengajuan kenaikan pangkat namun menjadi bagian dari tugas perguruan tinggi untuk ikut serta memecahkan persoalan bangsa. “Tugas peneliti itu mendiagnosis masalah, lalu memberikan treatment. Yang kemudian dipublikasikan secara ilmiah,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)