Anda bisa membayangkan musik tradisional Jawa ‘gamelan’ dimainkan dengan musik tradisional Korea ‘samulnori’? Susah dibayangkan memang, dua buah perangkat musik tradisi yang berbeda bentuk dan asal-usulnya dipentaskan secara bersamaan. Meski keduanya sama-sama berupa instrumen pukul, secara umum tetap cukup aneh di telinga.
Namun, ketika mahasiswa dan dosen asing program internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) memainkannya, serasa memberikan sentuhan yang berbeda. Seperti diketahui, gamelan yang merupakan orkestra ala Jawa merupakan musik ensambel yang terdiri atas gong, gambang, kendang, dan beberapa alat lainnya. Sementara itu, samulnori merupakan musik perkusi tradisonal Korea, yang meliputi gong kecil (kkwaenggwari), gong lebih besar (jing), drum berbentuk jam pasir (janggu) dan tong drum (buk).
Pementasan ini menjadi suguhan terakhir dari rangkaian Charity Music Concert 2009 ‘Hand to Share’ yang merupakan gelaran Program Internasional Fakultas Kedokteran UGM, Jumat (6/11) malam lalu. Kolaborasi dalam satu reportoar berjudul ‘Pecel-Kimchi’ ini menjadi bukti bahwa budaya tradisional beda negara ternyata dapat harmonis jika diberi sentuhan dan mampu menjadi jembatan budaya untuk persatuan.
Salah satu penggagas kolaborasi musik ini, Eddy Pursubaryanto, mengatakan hal tersebut jika disingkat akan menjadi upaya dialog budaya. ”Kolaborasi ini merupakan bentuk dari dialog budaya,” ujar Eddy.
Malam itu, yang merupakan malam penggalangan dana untuk korban gempa Sumatera Barat, tidak hanya ditampilkan permainan kolaborasi musik dua budaya tersebut. Penari sekaligus koreografer profesional asal Korea, Sen Hea Ha, yang membawakan tari tradisional ‘Seungmu’ juga turut ‘dikawinkan’ dengan gamelan.
Seungmu merupakan tari asal Korea yang awalnya dilakukan oleh biksu. Tari ini telah menjadi warisan budaya nonbendawi Korea Selatan. Banyak orang yang menganggap Seungmu adalah tarian rakyat Korea yang paling indah. Dilihat dari gerakannya, tarian ini sesungguhnya terdiri atas bagian-bagian yang sangat rumit. Keindahan tarian Seungmu terlihat dari gerakan gemulai sang penari yang menggunakan selendang putih panjang dan kemudian memukul beduk (beobgo) dengan ekspresi yang berbeda pada setiap bagian tariannya.
Penari Seungmu memakai tudung putih yang disebut gokkal dengan lengan baju panjang yang disebut gasa. Malam itu, Sen Hea Ha mampu menyuguhkan tarian yang sulit tersebut dengan iringan gamelan menjadi sebuah tontonan yang harmonis.
Sebelum dibuai dengan dua kolaborasi yang mengundang decak kagum itu, penonton yang memadati auditorium Fakultas Kedokteran telah dihipnotis dengan permainan musik klasik oleh 12 penampil. Mulai dari solo piano, duet violin, solo gitar, solo violin, hingga duet piano disajikan. Permainan sebagian besar dipersembahkan oleh mahasiswa berbagai penjuru dunia yang sedang menimba ilmu di kampus UGM.
Permainan musik klasik yang mencomot permainan Ludvig van Beethoven, Andy McKee, Gabriel Faure, hingga Johann Sebastian Bach mampu menghangatkan suasana dan seolah membumbungkan angan untuk menjelajah dunia lain. Permainan Brittany Jordan yang merupakan violis terbaik dari konservatorium music history turut pula membius penikmat musik klasik malam itu. Brittany yang melakukan solo violin, dengan apik membawakan karya Johann Sebastian Bach, ‘Gigue in D Minor’. Tak heran jika perempuan cantik yang juga dosen di Fakultas Ilmu Budaya UGM ini mendapat tepuk tangan terhangat malam itu.
Panitia penyelenggara, Kuni Haqiati, kepada wartawan mengatakan selain sebagai kegiatan sosial, kegiatan tahunan ini merupakan media untuk berinteraksi bagi mahasiswa, untuk membaur, membuka diri, dan berhubungan secara sosial budaya. ”Hal ini juga sekaligus untuk menggali keanekaragaman antarmahasiswa dalam rangka menciptakan pemahaman lintas budaya,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)