![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2013/11/11111313841424691857895569-765x510.jpg)
Meski sejarah pemikiran filsafat senantiasa luas, namun hingga kini pembahasannya masih didominasi oleh pemikiran tradisi Barat. Hal ini menjadikan pemikiran filsafat nusantara relatif belum diselidiki oleh para pakar filsafat, bahasa maupun mereka yang berkecimpung pada studi Melayu-Indonesia. “Sebagai salah satu subbidang filsafat, etika Nusantara sebagai gagasan konseptual, tanpa terkecuali, juga telah diabaikan”, ujar Prof. Kim-Hui Lim di Grand Tjokro Hotel, Selasa (13/11) pada pertemuan Konferensi Internasional bertema Filsafat Budaya Nusantara Tantangan dan Peluang.
Menurut Kim-Hui Lim, cara berpikir orang Asia berbeda dengan Kaum Barat. Cara berpikir orang Asia, kata dia, lebih bersifat antara hati dan pikiran berdialog. Berbeda dengan orang Eropa atau Amerika yang memiliki cara berpikir tidak jelas dengan mengandalkan emosi dan rasionalitas.
Karena itu, dalam konferensi internasional ini ia mencoba untuk menjawab perbedaan cara berpikir ini dengan meninjau kembali tentang “budi”. Baik tinjauan melalui bahasa Melayu-Indonesia dalam konteks Nusantara, wawasan yang dikumpulkan dari tradisi pepatah, maupun melalui ungkapan budaya dan makna yang tertanam di berbagai budaya di Asia. “Budi itu keterampilan atau bukan, budi dan kesuksesan serta pembahasan budi sebagai moral bangsa atau intelektual kebajikan. Artikel saya lebih membahas budi dalam arti yang kuat sebagai platform dalam memahami dan membangun sistem etika Nusantara pada khususnya dan pendidikan pada umumnya”, papar dosen Hankuk University, Seoul.
Konferensi internasional Filsafat Budaya Nusantara Tantangan dan Peluang diselenggarakan Fakultas Filsafat UGM bekerjasama dengan Laboratorium Filsafat Nusantara. Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari, tanggal 12-13 November 2013 dengan menghadirkan sejumlah pembicara dosen-dosen Fakultas Filsafat UGM dan pembicara tamu diantaranya Ian Wilson, Ph.d (Murdoch University) dan Dr. Robertus Robert (Birmingham University).
Menurut Abdul Rokhmat Sairah, M.Phil, Ketua Panitia sekaligus Kepala Laboratorium Filsafat Nusantara, konferensi ini bermaksud menggali filsafat nusantara yang terendap dalam kebudayaan nusantara. Melalui forum ini, para peneliti diharapkan membahas hasil-hasil riset mereka selama ini terkait filsafat budaya nusantara.
“Tentu saja kita membahas isu-isu strategis Indonesia untuk tantangan global. Agar jangan sampai, misalnya saja perkembangan teknologi dan kesehatan terlepas dari filsafat Indonesia. Kita ini punya jamu tradisional dalam kesehatan, sementara Cina yang notabene Asia juga memiliki tradisi akupuntur, jangan sampai hal-hal semacam itu hilang justru diklaim negara lain”, katanya. (Humas UGM/ Agung)