Perguruan tinggi (PT) memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya pengurangan risiko bencana. Di satu sisi perguruan tinggi punya sumber daya yang memadai untuk menjamin penggunaan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penanggulangan bencana. Selain itu posisi perguruan tinggi yang netral, dan secara fisik terletak menyebar di seluruh Indonesia.
“Perguruan tinggi punya dasar-dasarnya baik dari ilmu sosial hingga teknik sekali pun,”papar aktivis Disaster Response Unit (DERU) UGM, Slamet Widiyanto, M.Sc pada Seminar Peran Strategis Perguruan Tinggi Terkait Pengurangan Risiko Bencana RPJM 2015-2019, di UC UGM, Kamis (14/11).
Slamet menilai peningkatan kapasitas penanggulangan bencana bisa meliputi beberapa hal, seperti penelitian, teknologi terapan, pusat pendidikan dan latihan, asistensi, program studi, pusat studi bencana hingga relawan. UGM selama ini juga telah mengoptimalkan peran-peran strategis upaya pengurangan risiko bencana tersebut melalui KKN PPM peduli bencana, relawan DERU serta Pusat Studi Bencana.
“Mahasiswa punya kekuatan yang cukup besar untuk diberdayakan khususnya melalui KKN PPM,”kata Slamet.
Peneliti dari Pusat Studi Bencana UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko mengingatkan salah satu bencana alam yang harus diwaspadai, yaitu erupsi gunung berapi. Indonesia saat ini kurang lebih memiliki 130 gunung berapi aktif yang sewaktu-waktu bisa erupsi. Pusat Studi Bencana UGM beserta Magister Manajemen Bencana sejauh ini juga telah melalukan pemetaan maupun pemberdayaan terhadap masyarakat tentang pentingnya upaya pengurangan risiko bencana.
“Di beberapa dusun baik di Jawa Tengah maupun Yogyakarta bersama masyarakat misalnya kita sudah membuat peta kira-kira jalur mana yang aman dan rawan erupsi gunung berapi,”kata Danang.
Sementara itu Danang Samsurizal, S.T., selaku Manajer Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY menjelaskan kembali tentang kemungkinan frekuensi dan risiko bencana (termasuk perubahan iklim) yang akan meningkat tajam pada tahun 2030, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. “Harus ada penguatan dan upaya terukur untuk meredam faktor risikonya. Tidak bisa hanya BNPB atau BPBD tetapi tetap harus melibatkan masyarakat,”kata Danang.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UGM, Prof. Dr. Suratman, M.Sc yang membuka acara tersebut menegaskan kembali komitmen UGM pada upaya pengurangan risiko bencana, seperti melalui DERU ataupun PSBA. Wujud nyata itu antara lain hadirnya laboratorium masyarakat tangguh bencana di dusun Dukun, Magelang.
“UGM punya komitmen membuat Indonesia tangguh bencana,”tegas Suratman.
Seminar yang diadakan dalam rangkaian acara UGM Research Week, 13-17 Nopember 2013 tersebut bertujuan untuk meningkatkan sinergi kerja sama yang melibatkan perguruan tinggi dalam menangani masalah bencana serta untuk mainstream RPJM tahun 2015-2019 dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Seminar yang dihadiri oleh perwakilan BPBD di DIY dan Jateng, Bapenas, Bappeda serta mahasiswa Magister Manajemen Kebencanaan ini sekaligus sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Jogja terkait pegurangan risiko bencana dan perubahan iklim di kawasan Asia Pasifik (Humas UGM/Satria AN)