Yogya, KU
Pencapaian kecukupan kebutuhan daging sapi nasional masih mengandalkan anggaran pemerintah dan belum melibatkan peran perbankan, swasta, dan masyarakat. Hal tersebut menjadi kendala belum berkembangnya usaha pembibitan sapi karena keterbatasan permodalan, disertai pula masih rendahnya produktivitas ternak sapi.
Informasi tersebut disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) RI, Ir. H. Suswono, M.M.A., Sabtu (7/11) dalam Seminar Pengembangan Ternak Potong untuk Mewujudkan Program Kecukupan Swasembada Pangan. Dikatakan Suswono, sampai dengan tahun 2009, populasi sapi potong secara nasional baru mencapai 12 juta ekor dari sebelumnya sebanyak 11, 8 juta ekor. Jumlah ini meningkat sekitar 4,4% per tahun, tetapi tetap belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi.
Jumlah tersebut hanya mampu menyuplai 60% penyediaan daging sapi lokal yang mencapai 264 ribu ton dari total kebutuhan 322 ribu ton. Untuk sisanya, 58,1 ribu ton diambil dari daging sapi bakalan impor. “Penyediaan daging sapi selama 5 tahun terakhir juga meningkat, tapi pemenuhan kebutuhan daging sapi dari dalam negeri masih sekitar 60% sehingga masih impor 40%,” katanya.
Untuk mencapai swasembada daging sapi, lanjut Suswono, pemerintah dihadapkan dengan masih kurangnya bibit sapi induk sebanyak 1 juta ekor dan terbatasnya pemanfaatan lahan potensial sebagai basis budaya sapi. “Di samping dengan belum tertanganinya upaya memperpendek jarak beranak dan peningkatan kelahiran sapi,” imbuhnya. Sementara di bidang kesehatan hewan, masih ditemukan lemahnya pengendalian penyakit hewan dan kurangnya pengawasan terhadap produk hasil ternak.
Menurut Mentan, pemerintah tengah berupaya melakukan pemenuhan konsumsi daging sapi dalam negeri dengan target penyediaan daging sapi lokal meningkat dari 67% pada 2010 menjadi 90% di 2011.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Endang Baliarti, mengatakan untuk memenuhi target pemerintah mencapai swasembada daging dalam lima tahun mendatang perlu didukung dengan program sarjana masuk desa. Menurutnya, program ini sangat terkait dengan tugas dan tanggung jawab perguruan tinggi sebagai produsen sarjana. Oleh karena itu, seyogianya perguruan tinggi terdekat dilibatkan dalam proses pendampingan.
“Mungkin perlu dicoba kepada sarjana baru ini diberi tanggung jawab memelihara ternak dalam jumlah cukup dan diarahkan untuk menjadi model percontohan untuk melakukan pendampingan kepada peternak yang sangat berpengalaman memelihara sapi,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)