Humor adalah kebutuhan esensial manusia. Dengan humor manusia dapat melepaskan diri dari beban kehidupan yang selalu menghimpitnya. Tanpa humor manusia akan terjebak dalam rutinitas kesibukan yang sangat melelahkan. Aktivitas berhumor dan menikmati humor atau sesuatu yang dianggap lucu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Satu diantaranya adalah dengan bahasa, yang merupakan alat terpenting manusia di dalam bekerjasama dengan sesamanya.
“Bahasa yang digunakan dalam berhumor ini tentu saja memiliki ciri yang berbeda dengan aktivitas berkomunikasi yang lain,” kata staf pengajar Jurusan Sastra Indonesia UGM, I Dewa Putu Wijana, pada Seminar Penelitian Linguistik dari Berbagai Perspektif di UC UGM, Kamis (5/12). Pada kesempatan itu Putu Wijana menyoroti buku kumpulan humor-humor dosen UGM yang berjudul Gadjah Mada Bercanda: Humor, Hikmah, dan Kisah Unik Dosen UGM karangan Drs. Heri Santosa, M.Hum.
Pada seminar yang diadakan dalam rangka ulang tahun ke-80 Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo tersebut Putu Wijana menjelaskan bahwa masalah atau topik yang dijadikan humor memang berbeda. Namun, satuan-satuan kebahasaan dan aspek penggunaan bahasa yang dimanfaatkan pada dasarnya sama, yakni aspek semantik dan aspek pragmatik. Sementara itu, aspek bunyi yang termanfaatkan, baik secara struktural maupun sistemik, juga ditujukan untuk mengacaukan aspek semantik bahasa mengingat peranan fungsionalnya sebagai pembeda makna.
“Ternyata studi tentang humor itu penting, bukan saja untuk mempelajari aspek budaya tapi juga satuan kebahasaan maupun pragmatiknya,” ujarnya.
Sementara itu, Bahren Umar Siregar dari Universitas Katolik Atma Jaya Indonesia pada seminar itu mengangkat tulisan tentang Metafora Bahasa Indonesia Sebagai Penghela Ilmu Pengetahuan. Menurut Bahren, nenek moyang bangsa Indonesia telah lama menggunakan bahasa melalui tradisi lisan dan tulis yang hidup di masing-masing suku bangsa untuk mengalihkan atau mewariskan pengetahuan tradisi leluhur kepada generasi berikutnya. Melalui cara ini pula nenek moyang menurunkan kompetensi metafora seperti bebasan dalam tradisi penggunaan bahasa Jawa ataupun bidal dalam tradisi penggunaan bahasa Minangkabau atau Melayu, begitu juga umpasa dalam bahasa Batak.
“Tapi metafora tanpa didukung kompetensi yang memadai bisa menyesatkan pengguna bahasa untuk memahami makna yang dimaksud,”papar Bahren
Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo merupakan seorang pelopor pendekatan kontekstual dalam kajian bahasa di Indonesia. Pengkajian bahasa berdasarkan pendekatan kontekstual adalah telaah bahasa dengan memperhitungkan konteks atau komponen tutur yang mempengaruhi penggunaan alam komunikasi. Prof. Soepomo banyak disebut sebagai Bapak Sosiolinguistik di Indonesia (Humas UGM/Satria AN)