Potong tumpeng mewarnai acara Temu Kangen Alumni dalam rangka Dies ke-64 UGM dan 55 tahun KAGAMA yang berlangsung hari Sabtu malam (14/12) di Balairung UGM. Pemotongan tumpeng dilakukan oleh Prof. Dr. Koento Wibisono dan diberikan kepada Menpora, Roy Suryo; Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc.; serta Ibrahim Palace, Ketua KAGAMA Pengda Kendari.
Prof. Soebronto Prodjoharjono, salah satu sesepuh merasa bersyukur atas Dies ke-64 UGM dan 55 tahun KAGAMA. Prinsip-prinsip organisasi tetap terpelihara hingga kini. KAGAMA tetap bukan sebagai organisasi politik dan organisasi partisan, namun senantiasa mendasarkan pada asas kekeluargaan untuk kesejahteraan UGM dan masyarakat serta memajukan pembangunan bangsa dan negara.
“Ciri-ciri khas manusia UGM antara lain ikhlas berkorban untuk orang lain maupun masyarakat, rela menderita, tidak banyak menuntut, hidup sederhana, simpati dan empati terhadap sesama, gotong royong dan sebagainya telah ditanamkan sejak dibangku kuliah,” ungkapnya.
Melihat kondisi saat ini, katanya, UGM dan KAGAMA perlu secara selektif memperkuat dan mempertebal rasa nasionalisme yang akhir-akhir ini mengalami penurunan. Keduanya diharapkan memberi perhatian khusus terhadap merebaknya paham-paham egoisme saat ini. “UGM tidak selayaknya menjadikan pendidikan sebagai ajang komoditas menghasilkan materi-materi dan paham-paham yang tidak cocok dengan budaya bangsa,” tuturnya.
Ia berharap UGM tetap berpegang pada khitahnya sebagai universitas Pancasila dan universitas kerakyatan. Perlu mengembangkan dan menanamkan 18 nilai-nilai peninggalan Mahapatih Gadjah Mada. “KAGAMA sebagai organisasi alumni bisa berperan aktif untuk itu. Jika di Muhammadiyah ada pelajaran Ke-Muhamaddiyah-an, Taman Siswa diajarkan nilai-nilai Ke-Taman-Siswa-an, maka perlu untuk memberikan materi Ke-Gadjah-Mada-an, dan Kagama bisa urun rembug untuk itu,” tambahnya. (Humas UGM/Agung)