YOGYAKARTA – Pada Kamis, 19 Desember 2013, UGM genap berusia 64 tahun. Tema yang diangkat dalam peringatan Dies Natalis kali ini adalah “Mengabdikan Ipteks untuk Kedaulatan Bangsa Indonesia”. Tema tersebut diambil dengan gagasan besar agar Indonesia mampu mengembangkan ipteks untuk kepentingan kemajuan bangsa. Artinya, Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar bagi produk asing, tapi mampu mandiri. agar bisa menjadi tuan di negerinya sendiri.
Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., mengatakan pengembangan dan pemanfaatan ipteks perlu didorong untuk menuju kedaulatan bangsa. Oleh karena itu, paradigma kedaulatan merupakan syarat kunci untuk menjaga keamanan ekonomi dari keterbukaan ekonomi dan globalisasi. Paradigma ini menuntut negara untuk memenangkan kompetisi global dan mengejar ketertinggalan dari negara maju. “Untuk itu, negara harus mampu memanfaatkan sumberdaya domestik dan internasional dalam membangun kapabilitas nasional, meminimalkan kerentanan kekuatan nasional terhadap kemungkinan adanya gangguan dan tekanan eksternal sebagai akibat dari keterbukaan ekonomi global,” kata Pratikno kepada wartawan usai menyampaikan Laporan Rektor dalam rapat terbuka Majelis Wali Amanat di Grha Sabha Pramana, Kamis (19/12).
Belajar dari negara-negara yang telah terbukti memenangkan kompetisi global, kata Pratikno, salah satu kuncinya adalah kemampuan untuk mendefinisikan ulang konsep kedaulatan bangsa. Menurutnya, Indonesia sendiri harus menyadari bahwa peta ekonomi politik internasional merupakan arena kompetitif yang sering kali ditopang oleh struktur kekuataan yang tidak adil dan diskriminatif.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, berdaulat berarti berkeinginan, berkeberanian dan berkemampuan untuk menemukan tangga sendiri agar bisa melakukan lompatan signifikan dalam rangka mengejar ketertinggalan. Salah satu caranya, dengan secara otonom mengembangkan ipteks yang melahirkan rangkaian produk dari hulu ke hilir di seluruh komponen. “Mekanisme ini dilakukan secara otonom dan tidak merupakan bagian dari jaringan Multi-national Corporation,” katanya.
Diakui Pratikno, pemerintah mendatang diharuskan memprioritaskan ipteks sebagai investasi untuk memenangkan kompetisi global. Jika kita ingin menjadi bangsa ‘petarung’, dibutuhkan anggaran nasional yang signifikan di bidang riset sebagai prasyarat peningkatan daya saing nasional. Seperti diketahui, anggaran riset Indonesia tahun 2013 ini masih sangat kecil yakni 0,2% terhadap GDP. Anggaran ini masih di bawah capaian negara Brazil (1,3%), Rusia (1,5%), India (0,85%), dan Cina (1,9%). Sementara negara high income di Asia jauh lebih tinggi, Korea (3,6%), Jepang (3,4%) dan Taiwan (2,3%).
Ketua Majelis Wali Amanat UGM, Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA, menegaskan, UGM tidak melupakan jati dirinya, sebagai universitas yang mempertahankan Pancasila dan kedaulatan bangsa. Menurutnya, Indonesia saat ini sudah tidak berdaulat lagi dalam bidang pangan dan energi. “Apa yang dilakukan Rektor UGM setahun ini mengingatkan warga UGM dan warga Indonesia, ada kedaulatan yang harus ditegakkan. Jangan sampai ‘tangga’ yang sudah kita bangun dirusak oleh bangsa lain,” katanya.
Menurut Sofian, Indonesia ke depan membutuhkan pemimpin yang visioner yang mampu membawa Indonesia bisa menjadi negara lebih maju, tidak menjadi negara yang terperangkap sebagai negara berpendapatan ekonomi menengah ke bawah. “Abad ini menjadi abadnya Asia. Ada 7 negara Asia menjadi penggerak. Tiga negara bahkan diprediksi sebagai pusat ekonomi Asia menggantikan Amerika dan Eropa. Setelah China dan India, seharusnya Indonesia. Untuk mencapai itu, kita butuh pemimpin yang visioner,” katanya.
Dalam laporan Rektor yang dibacakan Rektor dalam Rapat Terbuka Majelis Wali Amanat UGM di Grha Sabha Pramana UGM (19/12), disampaikan upaya-upaya UGM agar Ipteks yang dikembangkan bisa segera dimanfaatkan untuk bangsa dan kemanusiaan, Pengembangan ipteks bukan hanya sebatas pada knowledge production, tetapi juga knowledge delivery kepada sesama masyarakat akademik (dalam bentuk publikasi), kepada pemerintah (policy advocacy), masyarakat (kegiatan pengabdian masyarakat), dan kepada industri (pengindustrian hasil-hasil penelitian).
Tahun ini, UGM menghilirkan 12 produk penelitiannya untuk diproduksi oleh 4 BUMN yang akan dipasarkan ke publik pada tahun 2014. Beberapa produk yang akan dipasarkan tersebut terdiri 8 produk kesehatan, 2 alat kesehatan, satu alat uji kanker tenggorokan, dan tiga jenis produk makanan.
Di bidang pangan, hilirisasi ke industri juga terus ditingkatkan, seperti pengembangan industri Gama Tahu sebagai demplot pembelajaran dan inkubasi bisnis. “Bahkan pengembangan agro industri pengolahan daging ayam skala besar 20.000 ekor ayam per hari juga sedang dijajagi oleh KP4 UGM,” katanya.
Salah satu produk dari kerjasama interdisipliner lainnya adalah sistem pemantauan dan deteksi dini bencana gerakan tanah (longsor) berhasil dihilirkan ke beberapa industri pertambangan dan geothermal. Saat ini sistem pemantauan dan deteksi dini tersebut telah dioperasikan melalui 100 titik pemantauan di lapangan panas bumi Pertamina di beberapa wilayah di Indonesia, dan alat ini juga sudah dipakai perusahaan pertambangan di Myanmar. Bahkan China Geological Survey juga telah menerapkan teknologi yang dikembangkan UGM ini untuk memantau gerakan tanah di 100 lokasi rawan di China. (Humas UGM/Gusti Grehenson)