![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/3012131388372106199767297-765x510.jpg)
YOGYAKARTA – Isu kependudukan hingga kini belum menjadi prioritas pemerintah. Padahal, pertumbuhan penduduk yang pesat berdampak pada pelbagai sektor. Ketua Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (Ipadi) Pusat Prof. Prijono Tjiptoherijanto mengatakan, politik demografi belum menjadi isu strategis yang dilakukan pemerintah. Padahal, isu kependudukan dinilai penting sehingga perlu kembali diangkat. “Untuk langkah awal, masalah ini akan dibahas oleh para ahli demografi di Indonesia,” ungkapnya di sela seminar politik kependudukan di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM akhir pekan lalu.
Untuk itu, sambung Tjipto, tahun depan Ipadi akan mengadakan pertemuan nasional agar isu kependudukan dapat diangkat lebih luas. Bahkan, Ipadi akan menghadirkan ahli demografi dari luar negeri untuk membahas persoalan tersebut. “Ini bukan politik praktis tapi lebih pada kebijakan politik demografi. Sebab, hingga kini isu kependudukan jarang dibahas dan bukan menjadi isu strategis,” tukasnya.
Manipulasi Data
Sementara, Pakar Demografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Riwanto Tirtosudarmo mengatakan, kebijakan otonomi daerah berdampak pada tidak relevannya data demografis suatu daerah. Hal itu disebabkan karena mobilitas perpindahan penduduk cepat berubah sementara pelaksanaan praktik pemerintahan di daerah belum mengarah pada good governance. “Ini berdampak pada munculnya tindak manipulasi data statistik demografi sebuah daerah. Fenomena ini menjadi sebuah hal yang umum di kalangan elit politik daerah. Bukan rahasia lagi jika para elit politik memanipulasi data,” kritik Riwanto.
Menurutnya, manipulasi statistik tersebut dilakukan untuk kepentingan politik. Bahkan anggota DPR disandera dan diminta menandatangani data jumlah penduduk yang sudah dimanipulasi. Kondisi yang demikian sangat marak sekali dan menjadi ancaman nyata di daerah. “Masalah manipulasi data ini, berpotensi menimbulkan konflik di daerah akibat Pilkada. Termasuk masalah pemekaran wilayah dan Otda politik identitas yang merebak,” tuturnya.
Dijelaskan Riwanto, mobilitas penduduk yang terjadi saat ini didominasi karena alasan budaya dan bukan lagi semata dalam rangka pemerataan penduduk seperti zaman Orde Baru. Kesamaan etnis, bahasa dan lokalitas menjadi suatu yang mutlak, termasuk dalam berpolitik di daerah. “Bahkan untuk perekrutan pegawai negeri saja dilakukan berdasarkan etnisitas. Identitas kedaerahan diutamakan,” katanya.
Dampak dari persoalan tersebut, lanjut Riwanto, semua kebijakan akan dinilai berdasarkan primpordial. Hal itu, sambungnya, sangat memprihatinkan. Sebab, tujuan awal Otda untuk menciptakan kesejahteraan penduduk makin tidak tercapai karena dari sisi demografi dimanipulasi. “Yang terjadi justru sebaliknya. Disintegrasi dari dalam daerah sendiri terjadi. Untuk itu, perlu dilakukan revitaliasi demografi karena data statistik demografi menduduki posisi vital dalam perencanaan pembangunan daerah maupun negara,” usulnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)