![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/07011413890850041516743350-765x510.jpg)
YOGYAKARTA – DIY merupakan salah satu dari 6 kota besar di Indonesia diketahui menjadi tempat peredaran obat-obatan terlarang dalam jumlah besar. Dari sekitar 60-an ribu pengguna narkoba yang ada di Yogyakarta, diketahui jenis obat terlarang tersebut adalah ganja (64%), shabu-shabu (38%), ekstasi (18%) dan putaw (13 %). Namun demikian, kelangkaan putaw atau shabu-shabu, menjadikan produsen dan pengedar narkoba bereksperimen membuat jenis narkoba baru, kendati masih mencampur bahan dari putaw dan shabu-shabu. Bahkan di kalangan pemakai narkoba, justru menggunakan jenis obat dari resep obat psikoaktif.
Hal itu dikemukan Guru Besar Universitas Hasanudin Makassar, Prof. Dr. Nurul Idrus dalam menyampaikan hasil penelitiannya terhadap 1200 pengguna obat-obatan terlarang di DIY dan Makassar. Penelitian yang sejak tahun 2012 lalu, hingga kini masih berlangsung, Nurul menegaskan pengunaan obat dari resep dokter makin marak dilakukan sebagai salah satu cara mendapatkan obat yang dilarang keras peredarannya. “Di Yogyakarta saya melihat cukup ketat untuk mendapatkan obat-obat keras, sementara di Makassar masih sangat longgar. Saya pikir ada kebijakan yang perlu diperbaiki,” kata Nurul dalam seminar Narkoba Like yang diadakan Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK) UGM, Selasa (7/1).
Dari 1.200 pengguna narkoba yang dijadikan responden untuk penelitian tersebut, mengaku mereka bereksperimen untuk menggunakan obat dari resep dokter untuk menggantikan obat yang sulit mereka peroleh. “Obat dari resep dokter sering disalahgunakan oleh anak-anak remaja. Ini tidak pernah diperhatikan oleh para psikiatri,” ungkapnya.
Melaluihasil penelitian itu, diketahui jenis bahan obat yang sering digunakan para pengguna narkoba di Yogyakarta adalah Camlet dan Reclona. Sedangkan di Makassar, jenis obat yang digunakan adalah Somadril, Subutex, Subuxon, Camlet dan Tramadol.
Aryanto Hendro, Kepala Sub Bagian Perencanaan BNNP DIY mengaku ada perluasaan jenis obat baru yang digunakan para pemakai narkoba. Namun demikian, pihaknya hanya melarang jenis obat-obatan terlarang yang diatur oleh Undang-undang saja. “Fenomena ini sudah lama terjadi. Penggunaan zat sejenis narkoba, bentuknya ada yang herbal, vitamin, memang sudah marak,” tukasnya.
Namun demikian, pihaknya akan terus mensosialisasikan kepada masyarakat tentang bahaya narkoba. Upaya preventif ini diakuinya paling efektif agar masyarakat bisa kebal terhadap tawaran peredaran obat-obatan terlarang. (Humas UGM/Gusti Grehenson)