YOGYAKARTA – Bencana yang melanda berbagai belahan daerah di Indonesia akhir–akhir ini–seperti erupsi gunung berapi, banjir, tanah longsor–menuntut tindakan respon cepat pemerintah dan solidaritas bantuan dari segenap semua komponen elemen masyarakat. “Kita harapkan pemerintah bergerak cepat merespon ini, tidak terjebak pada mekanisme kerja yang biasa-biasa saja di tengah situasi yang luar biasa,” kata Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Sc., Ph.D., pada pidato sambutan wisuda program pascasarjana di Grha Sabha Pramana, Kamis (23/1).
Dikatakan Pratikno, bencana erupsi Gunung Sinabung sudah berlangsung lebih dari 3 bulan yang telah menyengsarakan masyarakat di empat kecamatan yang kini mereka harus rela hidup di pengungsian. “Setidaknya ada belasan kecamatan di Subang, puluhan kecamatan di DKI, dan lebih dari 5 kecamatan di Manado yang harus menderita karena terlanda bencana,” tuturnya.
Universitas Gadjah Mada, kata Pratikno, memiliki unit tanggap bencana, Disaster Response Unit (DERU). Salah satu tugasnya adalah secara cepat merespon dan membantu masyarakat yang terlanda bencana. Seperti diketahui, DERU sudah mengirim tim ke Sinabung, Bekasi dan Karawang, bahkan dalam waktu dekat mengirim mahasiswa KKN PPM Peduli Bencana.
Potensi Besar Bencana
Lokasi Indonesia yang berada di mahkota cincin Asia Pasifik dan diapit oleh dua benua, menurut Pratikno, memiliki potensi bencana geofisik yang sangat besar. Bentuknya pun beragam, mulai dari bencana tsunami, letusan gunung berapi, banjir lahar, amblesan, letusan lumpur, hingga tanah longsor.
Tercatat dalam sejarah, bencana letusan gunung api merupakan bencana terbesar yang pernah terjadi di dunia. Salah satunya, letusan Gunung Toba pada 73 ribu tahun lalu yang mampu mengeluarkan material 2.800 kilometer kubik. “Mampu mempengaruhi suhu bumi hampir satu dekade. Kalderanya mewariskan danau toba, seperti yang kita lihat sekarang ini,” katanya.
Bencana lainnya adalah letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 telah menghancurkan tiga kerajaan, Tambora, Pekat, dan Sanggar yang berada di Nusa Tenggara Barat. Debu vulkanik dan gas belerangnya diterbangkan ke seluruh dunia sehingga menurunkan suhu global 3 derajat celcius. Peristiwa itu menyebabkan negara di belahan utara dan selatan, tanpa mengalami musim panas pada masa itu dan munculnya gagal panen di Eropa dan Kanada satu tahun kemudian. “Sejarah kelaparan paling besar di Eropa dan dunia yang terjadi waktu itu,” katanya.
Meskipun letusan Gunung Tambora menimbulkan penderitaan bagi masyarakat dunia, peristiwa ini juga mendorong lahirnya inovasi. Musim yang berubah cepat di Eropa menyebabkan pakan kuda pun tidak tersedia. Di Jerman, akhirnya dikembangkan angkutan darat tanpa kuda, lalu lahirlah cikal bakal sepeda sebagai alat kendaraan.
Bencana bisa jadi pemicu tangguhnya sebuah bangsa. Akan tetapi, menurut Pratikno, kekayaan alam justru merupakan godaan yang paling berat yang mampu melumpuhkan sebuah bangsa. “Jangan sampai karena kekayaan alam kita menjadi bangsa yang tidak inovatif. Karena miskinnya alam, Korea jadi bangsa yang kreatif. Belajar dari bencana ini, kita bisa menjadi bangsa yang tangguh dan kreatif memanfaatkan potensi alam kita dan bencana yang datang silih berganti,” katanya.
920 Lulusan Pascasarjana
Direktur Akademik UGM, Dr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih melaporkan Universitas Gadjah Mada mewisuda 920 lulusan program pascasarjana, terdiri 839 almamater, 61 spesialis dan 20 doktor. Lama studi rata-rata untuk jenjang S2, 2 tahun 9 bulan, jenjang spesialis 4 tahun 5 bulan dan jenjang S3 5 tahun 3 bulan.
Waktu studi tersingkat untuk jenjang S2 diraih Nongki Angsar dari prodi Teknik Elektro yang lulus dalam waktu 1 tahun 4 bulan. Sedangkan untuk jenjang S3, masa studi tercepat diraih Viktor Mallisa dari prodi Ilmu Pertanian yang lulus dalam tempo 3 tahun 9 bulan.
Sementara dari sisi usia kelulusan, lulusan termuda untuk jenjang S3 diraih Nuryani dari prodi Ilmu-Ilmu Humaniora yang lulus pada usia 31 tahun 1 bulan 3 hari. Sedangkan lulusan termuda untuk jenjang S2 diraih Timothy Rey Laheba dari prodi Magister Teknik Sistem yang lulus pada usia 22 tahun 5 bulan.
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) rata-rata untuk jenjang S2 yakni 3,54, sedangkan untuk jenjang S3 adalah 3,68. Jumlah lulusan yang berpredikat cumlaude pada periode wisuda kali ini sebanyak 149 orang atau 17,76 persen. Sedangkan wisudawan jenjang S3 yang meraih cumlaude sebanyak 4 orang. “Wisudawan yang berhasil meraih IPK 4,00 sebanyak 10 orang,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)