MAGELANG – Sebanyak 42 rumah di Dusun Kranjan Lor, Desa Sidosari, Salaman, Magelang terancam longsor melalui pemantauan hasil Tim Geologi UGM yang dipimpin Prof. Dr. Dwikorita Karnawati, M.Sc., dan dua peneliti dari Kyoto University, Jepang, pada Minggu (26/1) lalu. Para ilmuwan ini menemukan dinding rumah warga yang mengalami keretakan akibat gerakan tanah yang dipicu tingginya tingkat curah hujan. Bahkan keretakan dinding rumah makin bertambah akibat gempa bumi Kebumen.
“Kami meminta warga agar memantau pergerakan tanah dengan mengukur pertambahan lebar keretakan dinding rumah mereka dari waktu-waktu. Apabila pertambahan keretakan terjadi sangat drastis, kita meminta mereka untuk melakukan evakuasi sementara,” kata Dwikorita usai meninjau salah satu rumah milik warga.
Dwikorita menambahkan, pergerakan tanah di lokasi lahan yang ditempati warga terjadi sudah sejak lama. Perubahan gerakan tanah ini selau bertambah besar setiap musim hujan datang dan gempa bumi. Yang menjadi masalah, imbuhnya, di lokasi tersebut belum dibangun sistem drainase yang baik. Air buangan dari setiap rumah dialirkan seadanya, merembes dan meresap ke dalam lereng justru akan memperbesar tingkat ancaman longsor yang dapat terjadi sewaktu-waktu. “Air yang dialirkan sebaiknya lewat selokan kedap air,” katanya.
Selain itu, tim Geologi UGM juga merekomendasikan agar masyarakat tidak melakukan penggalian tanah di bawah lereng. Aktivitas tersebut justru bisa memicu luncuran tanah yang berada di atasnya. “Kita berharap pemerintah segera membangun drainase dan membangun tanggul di sekitar lereng,” katanya.
Peneliti dari longsor dari Kyoto University Prof. Hiroshi fukoka menambahkan, daerah yang ditempati warga saat ini bentuk topografinya berundak-undak. Dari hasil pengamatannya, lereng bukit yang berundak-undak ini dahulunya merupakan daerah bekas longsor yang pernah terjadi sejak ratusan tahun lalu. “Lahan yang ditempati warga ini dulunya bekas longsor,” katanya.
Wahyu Wilopo, ST., M.Eng., mengatakan warga menempati rumah di dataran berundak-undak. Melihat dari kondisi retakan di setiap rumah, menandakan bahwa mereka menempati daerah lereng zona bergerak. “Sementara ada hujan deras, ada kolam ikan yang tidak kedap, ada pipa air yang bocor, ada getaran kendaraan yang ada di atas bukit, pergerakan tanah makin cepat,” katanya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Magelang, Drs. Joko Sudibyo, MT., mengatakan untuk sementara ini pemerintah belum mengambil kebijakan seraya menunggu hasil rekomendasi dari Tim Geologi UGM. “Yang baru ingin difasilitasi pembuatan talud di bantaran sungai yang ada di bawah lereng bukit, karena lebar sungai makin menyempit akibat pergerakan tanah,” katanya.
Kepala Dusun Kranjang Lor, Kusyadi, mengaku ada 42 rumah warga yang terancam terkena longsor karena tembok rumah mereka retak sudah terjadi sejak gempa bumi 2006 lalu. Sementara itu, hampir setiap tahun makin bertambah lebar bahkan struktur bangunan rumahnya mengalami perubahan cukup signifikan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)