YOGYAKARTA – Status gunung sinabung masih awas, mengingat bahwa aktivitas erupsi masih terus berlangsung. Erupsi sinabung yang mulai aktif sejak tahun 2010 itu belum jelas kapan akan berakhir. Sementara itu, kondisi pengungsi Koran Sinabung saat ini sangat memprihatinkan karena buruknya fasilitas sanitasi lingkungan di pos pengungsian meski dari aspek logistik dan kesehatan cukup terpenuhi.
Ketua Magister Manajemen Bencana UGM, Prof Dr Sudibyakto, mengatakan jumlah pengungsi makin bertambah karena meluasnya bahaya awan panas dan hujan abu vulkanis pada radius sampai 5 km. Pasalnya konsep peta bahaya erupsi masih menggunakan sistem radius. “Faktor lainnya adanya informasi bahwa setiap KK pengungsi akan mendapatkan cash for work perhari sebanyak Rp 50 ribu,” kata Sudibyakto saat dihubungi via telpon yang kini tengah berada di Tanah Karo, Sumatera Utara, Rabu (29/1).
Kondisi tersebut membuat semakin meningkatnya jumlah pengungsi yang semula jumlahnya sekitar hanya 10 ribuan. Saat ini jumlah pengungsi yang mencapi 29.797 orang. Saat ini pos pengungsian ada sebanyak 43 lokasi, dengan jumlah KK sebanyak 9.324 yang tersebar di Kabupaten Tanah Karo.
Dari segi kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, kata Sudibyakto, masih sangat terbatas. Sebab, BPBD Kabupaten Tanah Karo baru saja terbentuk, sehingga penanganan bencana terutama pengungsi masih jauh dari memadai.
Dari hasil analisis melalui observasi lapangan langsung sampai desa yang sangat dekat radius 2 km, Sudibyakto merekomendasikan agar masyarakat yang tinggal di desa Sigarang-garang, Mandingding, dan Suka Meriah harus direlokasi. Hal itu disebabkan wilayah tersebut masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) III atau zona larangan. “Nampaknya diperlukan revisi tata ruang tingkat Kabupaten Tanah Karo,” katanya.
Sementara itu, dampak kerugian terbesar adalah kerusakan lahan pertanian. Hingga saat ini, total bantuan untuk penanganan korban bencana Sinabung lewat BNPB mencapai Rp 49,3 milyar untuk penyediaa logistik, peralatan, dan dana siap pakai. “Agar penggunaan dana efektif dan efisien maka diperlukan program terpadu penanganan korban pengungsi dan optimalisasi kinerja birokrasi lokal,” tandasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)