![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/30011413910697342030855799-825x479.jpg)
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke menjadi penyebab kecacatan nomor satu di seluruh dunia. Kematian akibat stroke di Amerika Serikat, misalnya, mencapai lebih dari 160.000 pertahunnya, sedangkan angka kecacatan permanen mencapai 30% pada pengamatan pertama setelah serangan stroke.
Permasalahan dalam perawatan stroke di RS sangat kompleks. Keterlambatan pasien datang ke RS, keterlambatan penanganan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan komplikasi selama perawatan merupakan permasalahan yang umum dijumpai.
“Pelayanan stroke yang terorganisasi dalam unit stroke akan menurunkan angka kematian dan angka kecacatan, serta memperbaiki status fungsional pasien stroke,” papar Rizaldy Taslim Pinzon pada ujian terbuka program doktor Fakultas Kedokteran UGM, Rabu (29/1). Pada ujian itu Rizaldy mempertahankan disertasinya yang berjudul “Evaluasi Penerapan Clinical Pathway untuk Perbaikan Proses Dokumentasi, Indikator Proses, Luaran, serta Analisis Varian pada Kasus Stroke Iskemik Akut”.
Clinical pathway merupakan suatu pendekatan multidisiplin yang berbasis waktu, dan digunakan untuk membantu pasien-pasien tertentu mencapai luaran positif yang diharapkan. Clinical pathway adalah salah satu perangkat penunjang pelayanan klinis stroke yang lebih terpadu, terorganisasi, dan komprehensif. Rizaldy mengatakan selain menjelaskan pengorganisasian terpadu penanganan penyakit, clinical pathway juga mengimplementasikan evidence based medicine dalam perawatan pasien.
“Biasanya ada tabel waktu yang berisi urut-urutan tindakan klinis pada pasien yang menjalankan perawatan di rumah sakit,” kata dokter di RS Bethesda Yogyakarta itu.
Penelitian Rizaldy dilakukan pada 242 pasien stroke iskemik serangan pertama yang masuk ke RS Bethesda dengan onset kurang dari 24 jam. Subyek terdiri dari 123 pasien dari kelompok yang tidak menjalani clinical pathway dan 119 pasien yang menjalani clinical pathway.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pada kelompok yang terpapar clinical pathway terdapat perbaikan proses pelayanan yang signifikan dibandingkan pada kelompok yang tidak terpapar clinical pathway. Perbaikan proses teramati baik untuk pelayanan di IGD, pelayanan di bangsal, dan pada saat pasien keluar dari RS.
“Proses pelayanan di IGD didapatkan perbaikan dalam hal dokumentasi esesmen menelan, pemeriksaan laboratorium panel stroke yang lengkap, dan oksigenasi rutin,”tegasnya.
Dari hasil penelitian yang diperoleh tersebut diharapkan penerapan clinical pathway stoke di RS Bethesda bisa terus dilanjutkan. Pemberlakuannya juga harus ditunjang dengan pencatatan dan evaluasi yang berkala. Selain itu implementasi Jaminan Kesehatan Nasional seharusnya menjadi tonggak untuk pemberlakuan clinical pathway yang lebih luas. (Humas UGM/Satria)