KEBUMEN – Tim Geologi UGM melakukan mitigasi kondisi geologi waduk Sempor pasca kejadian bencana Gempa Bumi Kebumen pada 25 Januari lalu. Pasalnya kekuatan gempa 6,5 SR tersebut dikhawatirkan menyebabkan perubahan struktur bangunan waduk dan longsornya lereng di sekitar waduk yang sewaktu-waktu bisa menyebabkan jebolnya waduk yang selesai dibangun tahun 1978 ini.
“Di Italia, Perancis dan Amerika sering terjadi kasus waduk yang jebol akibat bendungan yang tidak kuat menahan jumlah muatan air. Kita coba pantau dampak gempa bumi lalu apakah menyebabkan pola gerakan tanah atau menyebabkan perubahan stuktur bangunan waduk,” kata Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., saat meninjau langsung kondisi waduk Sempor, Desa Sempor, Kecamatan Sempor, Kebumen, Jawa Tengah, Minggu (2/2).
Dari hasil pemantauan Dwikorita bersama Dr. Wahyu Wilopo, S.T., M.Eng., peneliti Geologi UGM lainnya, menyatakan kondisi permukaan fisik waduk memang dalam kondisi normal karena tidak ditemukan retakan atau rembesan air di dinding bangunan namun direkomendasikan perlu diuji kekuatan struktur bangunan yang membutuhkan alat dan teknologi khusus.
Keberadaan batuan beku yang secara alami ada di sekitar dinding penyanggah bangunan waduk sempor diakui Wahyu Wilopo memperkuat ketahanan bangunan waduk. Bahkan batuan ini pula yang bisa mengantisipasi amplifikasi dari gelombang gempa. “Batuan kompak, keras, dan masif mampu meredam getaran gempa,” katanya.
Namun dilihat dari sisi lereng yang jadi pembatas pada saluran pelimpahan air atau spillway, ditemukan kondisi lereng mengalami perubahan gerakan tanah. “Ada retak deformasi di sekitar tanggul penahan tebing di saluran pelimpahan air. Kemungkinan ada gangguan kestabilan batuan pada lereng yang ada di atasnya,” kata Dwikorita.
Keretakan pada tanggul penahan lereng ini diakui Dwikorita, disebabkan lereng yang ada di sekitar spillway tidak dilengkapi saluran drainase sehingga air rembesan lereng menyebabkan kerusakan struktur bangunan tanggul. Jika dibiarkan menyebabkan perubahan gerakan tanah pada daerah lereng sehingga memberikan tambahan tekanan pada bangunan bendungan. “Di sekitar lereng bendungan sempor ini dulunya merupakan zona longsor purba yang bisa teraktivasi kembali yang bisa dipicu hujan deras. Dibuktikan banyaknya bongkahan batu besar ada di atas lereng,” katanya.
Bahkan di sebelah utara waduk juga terdapat lereng dengan elevasi yang sangat curam yang di atasnya terdapat boulder yang sewaktu-waktu bisa runtuh dengan jarak luncur 180,7 meter. Sementara di kaki lereng adalah jalan penghubung Kebumen dan Banjarnegara. “Kita sarankan drainase air di sekitar lereng segera diatur, dan batu-batu yang mau runtuh dikuatkan,” katanya.
Masjid Roboh
Usai meninjau waduk sempor, Tim Geologi UGM juga menengok masjid Jami’ At Taqwa di Desa Kranggan, Pekuncen, Banyumas. Tempat ibadah milik warga ini ditenggarai roboh akibat goncangan gempa kebumen. Namun begitu, bangunan masjid tersebut menjadi satu-satunya bangunan yang rusak parah akibat gempa akhir Januari lalu tersebut. Sementara bangunan rumah penduduk yang ada di sekitar masjid tetap berdiri kokoh.
Menurut Wahyu Wilopo, robohnya masjid tersebut tidak dipicu perubahan geologi atau zona gerakan tanah yang ada di daerah tersebut melainkan karena tidak kokohnya struktur bangunan masjid menahan goncangan gempa.
“Masjid ini baru saja 100 persen selesai dibangun, tapi langsung roboh kena gempa,” kata Mukdir, penduduk setempat.
Setelah terkena kondisi bangunan masjid tidak layak lagi, warga pun bersepakat meratakan sisa bangunan. Untuk sementara sekolah taman kanak-kanak yang persis berada di samping masjid digunakan sebagai tempat untuk kegiatan ibadah. “Sesama warga di sini sudah sepakat tidak ingin saling menyalahkan, kita berencana akan membangun masjid kembali,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)