Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), yang merupakan konsorsium tiga universitas, yaitu UGM, UKDW, dan UIN Sunan Kalijaga, kembali meluluskan salah satu mahasiswanya, Syamsu Madyan, Ph.D. Dalam ujian terbuka doktoral (4/2), Madyan mempresentasikan disertasinya yang berjudul “When Islam Weets Medicine: The Interplay of Power and Agency among Muslims Living with HIV & AIDS as Socially Constructed Realities in Indonesia”. Secara keseluruhan, disertasi ini menggambarkan suatu kemungkinan dalam masyarakat untuk memahami perjumpaan antara agama dan sains dalam konteks HIV & AIDS.
Penelitian disertasi ini dimulai dengan pengalaman pribadi penulis yang terlibat sebagai aktivis AIDS. Dalam penelitian ini, ia melihat adanya suatu interaksi timbal balik antara sains dan agama dalam konteks AIDS.
“Penafsiran agama tentang AIDS cenderung dipengaruhi oleh penjelasan yang diperoleh dari dunia medis,” kata Madyan, Selasa (4/2) di Sekolah Pascasarjana UGM.
Penjelasan ilmiah mengenai AIDS menurut Madyan dibangun berdasarkan keyakinan keagamaan tertentu yang dianut oleh para praktisi medis yang bekerja di dunia kesehatan. Dalam proses penelitiannya, Madyan menemukan banyak pertentangan dan perdebatan mengenai AIDS baik itu dalam domain agama maupun dalam domain kedokteran (sains). Dalam domain agama ada yang melihat AIDS sebagai sesuatu yang berhubungan dengan moral (moralitas) dan ada juga yang melihat hal ini dalam konteks teologi pembebasan di mana perspektif ini menekankan persoalan mengenai AIDS merupakan sebuah bentuk kegagalan sistem sosial dan keadilan dunia.
“Penjelasan mengenai AIDS dalam buku-buku teks kedokteran itu misalnya, tidak selalu diadopsi sepenuhnya oleh dokter dan praktisi medis,” kata dosen di Universitas Islam Malang itu.
Pertemuan antara sains dan agama serta kompleksitasnya dalam konteks AIDS telah menghasilkan suatu domain baru yang dikenal dengan sebutan pengobatan alternatif untuk AIDS. Bagi Madyan, domain baru yang muncul akibat interaksi sains dan agama ini tidak dapat digolongkan baik di bawah kluster agama maupun kluster ilmu pengetahuan.
“Domain ini memiliki dasar epistemologis yang otonom dan independen serta metode ini memiliki metode dan alat ukur yang berbeda dari dua domain sebelumnya,” urainya.
Melalui disertasi ini, Madyan mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar realitas AIDS di Indonesia sebagai pertarungan wacana yang dinamis sepanjang waktu. Ia juga melihat pelbagai wacana AIDS di Indonesia ini ingin dipahami sebagai mekanisme kuasa yang memiliki berbagai aktor; baik itu di tingkat institusional dan individu seperti pemimpin muslim di Indonesia, otoritas medis, dan para praktisi pengobatan alternatif. (Humas UGM/Satria)