Sekolah Vokasi kembali menggandeng 9 politeknik nasional di Jepang untuk kerjasama di bidang pendidikan dan penelitian. Penandatangan naskah kerjasama dilakukan Rektor, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc dan perwakilan delegasi Okinawa-Kyushu NCTs, Prof. Hiroshi Tsukamoto di University Center UGM, Kamis (6/2) saat berlangsung Joint Seminar Sekolah Vokasi UGM dan 10 National College of Technology, Japan.
“Berbicara abad Asia tentu tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Cina, India, Singapura, dan Indonesia saat ini. Bahwa sebanyak 65 persen daya beli saat ini berada di Indonesia, hal ini tentu menjadi peluang besar sekaligus tantangan bagi tenaga terampil,” ujar Rektor saat memberi sambutan.
Dikatakan, telah terjadi kebangkitan ekonomi di selatan setelah sekian tahun didominasi negara-negara utara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Italia. Sementara globalisasi telah memasuki semua sektor kehidupan secara massif dan menjadi kenyataan yang tidak terhindarkan lagi.
“Globalisasi dan keterbukaan ekonomi bisa kita dapati dalam hidup keseharian, tidak harus ke mal atau supermarket, di kaki lima pun telah terglobalisasi. Sebagai contoh buah import, daging import,” katanya.
Menghadapi situasi seperti itu, kata Pratikno, Indonesia perlu mengubah komposisi pendidikan dengan memperbanyak porsi sekolah-sekolah ketrampilan. Dengan perbandingan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Ketrampilan sebesar 40:60. “Karena sektor swasta akan semakin terbuka luas dan menjanjikan, sekaligus mempersiapkan untuk memenangkan persaingan dengan mereka para tenaga terampil dari luar,” imbuhnya.
Direktur SV-UGM, Ir. Hotma Prawoto Sulistyadi MT IP-Md menambahkan dengan jumlah mahasiswa aktif lebih dari 9000 orang dan jumlah mahasiswa baru rata-rata sekitar 2500 hingga 3000, menjadikan SV UGM sebagai unit yang besar dan memiliki peran yang strategis dalam membangun Indonesia. Tantangan bagi SV UGM saat ini adalah mempersiapkan Indonesia untuk merebut kembali kedaulatan di segala bidang, khususnya bidang ketenaga-kerjaan, teknologi dan produk.
Menurut Hotma, keterpurukkan di bidang kedaulatan serta pertumbuhan ekonomi yang semakin jauh dari cita-cita para pendiri bangsa perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius. “Potensi besar yang dimiliki Indonesia perlu dikelola secara arif dan bijaksana untuk sebesar-besar kemakmuran bangsa. Inilah tantangan sesungguhnya bagi bangsa ini”, ungkap Hotma.
Karena itu, ada dua alasan kenapa Sekolah Vokasi membuka banyak kerjasama denan universitas maupun colleges di luar negeri. Pertama, mahasiswa SV UGM boleh kalah pamor namun tidak boleh kalah di dalam memenangkan masa depan. Kedua, SV UGM tidak akan pernah menjadi international college namun tetap menjadi Lembaga Pendidikan yang berkepribadian dan berjiwa Indonesia dengan memiliki wawasan Internasional.
Bagi Prof. Hiroshi Tsukamoto, perwakilan delegasi Okinawa-Kyushu NCTs, kerjasama internasional menjadi penting untuk pendidikan mahasiswa teknik muda. Terlebih di masa depan, globalisasi akan semakin meluas sehingga kolaborasi internasional akan sangat membantu. “Dengan menambah kemampuan komunikasi dan presentasi, kepemimpinan dan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah sebagai engineer global tentu menjadi sesuatu yang sangat penting dalam mempersiapkan sebagai operator masa depan,” papar Hiroshi Tsukamoto.
Dengan kerjasama ini, Hiroshi berharap mampu mendorong mahasiswa di Jepang memiliki pengalaman di luar negeri. Dengan program pertukaran mahasiswa yang masih terus berjalan, upaya lebih lanjut adalah memberikan pendidikan yang lebih efektif kepada mereka.
“Sembilan NCTs (Kosens) di Kyushu dan Okinawa akan berkolaborasi dalam mempromosikan berbagai program, pelatihan di luar negeri dan credit transfer dengan Asia lembaga termasuk UGM,” kata Hiroshi. (Humas UGM/Agung)