Tim kaji cepat Fakultas Geografi – PSBA UGM di kawasan Gunungapi Kelud pada 10 – 11 Januari 2014 dan pada 8 Februari 2014 dimaksudkan untuk merespon peningkatan status Gunungapi Kelud menjadi siaga. Fokus utama kajian ini adalah pada obyek berisiko terkena dan berpotensi terkena erupsi Gunungapi Kelud khususnya pada radius 5 – 10 km dari Kepundan. Hasil inventarisasi data menunjukkan bahwa terdapat 31 desa yang tersebar pada radius sampai dengan 10 km dari Kepundan yang tersebar di 9 kecamatan yang perlu diantisipasi kesiapsiagaannya.
Desa-desa tersebut dimungkinkan akan terkena dampak langsung berupa lontaran material piroklastik jika Gunung Kelud mengalami erupsi seperti sebelum tahun 2007. Gunungapi Kelud pernah mengalami erupsi berkali-kali sebelum erupsi yang bersifat efusif pada tahun 2007. Erupsi Gunungapi Kelud pada tahun-tahun sebelum 2007 bersifat eksplosif dengan melontarkan material vulkanik berukuran debu-pasir hingga kerikil. Wilayah dengan radius 5-10 km adalah yang paling parah tertimbun material vulkanik hasil erupsi sebelumnya. Material vulkanik hasil erupsi sebelumnya menutupi wilayah sekitar puncak gunungapi dan sangat berpotensi turun sebagai lahar yang akan melanda wilayah di lereng bagian bawah gunungapi. Sejumlah 18 sungai yang berhulu di lereng atas Gunungapi Kelud berpotensi terhadap bahaya sekunder lahar, dimana sebanyak 28 desa terlewati oleh sungai-sungai tersebut. Dari 18 sungai tersebut hanya terdapat 8 desa yang sudah dilengkapi dengan bangunan pengendali sedimen untuk mengantisipasi lahar yang terjadi dan sisanya tidak dilengkapi dengan sabo-dam.
Terdapat dua desa yang dilewati oleh enam sungai sekaligus yaitu Desa Sumberasridi Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar dan Desa Sugihwarasdi Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri. Desa Sumberasri dilewati oleh Kali Putih, Kali Darapdurgo, Kali Kuning, Kali Abab, Kali Laharberni, dan Kali Lahargendok. Sementara itu, Desa Sugihwaras dilewati Kali Darapdurgo, Kali Lahargendok, Kali Ngobo-Jengglong-Dermo, Kali Sumberagung, Kali Laharpetungkobong, dan Kali Lahar. Jumlah penduduk yang berada pada Desa Sumberasri adalah sebanyak 9.103 orang dan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.938 KK. Sedangkan jumlah penduduk yang bertempat tinggal di Desa Sugihwaras adalah sebanyak 3.283 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.120 KK. Desa-desa tersebut perlu dikaji lebnih mendalam dalam rangka menyiapkan kesiapsiagaan penduduk apabila sewaktu-waktu terjadi bahaya sekunder.
Terdapat beberapa pemukiman yang letaknya dekat dengan kawah Gunungapi Kelud. Pemukiman-pemukiman tersebut terdapat di Desa Sepawon dengan jarak 6,2 km dari kawah. Dusun Sugihwaras, Mulyorejo dan Margomulyo di Desa Sugihwaras dengan jarak 7,6 km dari kawah dan dilewati oleh Kali Lahar. Dusun Wonorejo di Desa Krisik dengan jarak 6,1 km dari kawah dan Dusun Tulungrejo di Desa Tulungrejo dengan jarak 6,3 km dari kawah, yang keduanya dilewati oleh Kali Jenang. Desa Sepawon dan Sugihwaras berada di sebelah barat kawah, sedangkan Desa Krisik dan Tulungrejo berada di sebelah tenggara kawah Gunungapi Kelud.
Hingga saat ini Kabupaten Blitar melalui BPBD yang ada telah aktif melakukan koordinasi dan persiapan lokasi-lokasi pengungsian jika sewaktu-waktu Gunungapi Kelud mengalami erupsi pada skala yang membahayakan penduduk. Kabupaten Blitar merupakan kabupaten yang dalam sejarah paling berdampak jika Gunungapi Kelud mengalami erupsi baik oleh bahaya primer maupun bahaya sekunder berupa lahar. Kabupaten lain yang ada di sekitar kawasan Gunung Kelud adalah Kediri dan Malang. Kabupaten Malang memiliki jumlah desa yang paling sedikit yang mungkin secara langsung oleh aktivitas kegunungapian Kelud.
Tim Fakultas Geografi – PSBA UGM hingga tanggal 13 Februari 2014 menemukan fakta bahwa kondisi masyarakat yang berada di KRB belum sepenuhnya sadar terhadap aktivitas Gunungapi Kelud. Dilihat dari masih banyaknya masyarakat yang beraktivitas di kebun, ladang, ataupun hutan yang lokasinya berada di kawasan terlarang, yaitu kurang lebih 5 km dari kawah Gunungapi Kelud. Berita yang beredar di masyarakat masih simpang siur sehingga masyarakat menjadi bingung. Masyarakat lebih mempercayai tanda-tanda alam yang diberikan Gunungapi Kelud apabila akan meletus seperti hewan-hewan yang turun dan suhu yang tidak normal. Pemerintah bersama dengan aparat terkait telah berusaha melakukan sosialisasi ke beberapa desa yang jaraknya dekat dengan kawah dan memberi penjelasan tentang kondisi Gunungapi Kelud saat ini. Masyarakat telah dihimbau untuk menyiapkan diri bila sewaktu-waktu Gunungapi Kelud erupsi, dan segera mengungsi ketempat-tempat evakuasi yang sudah ditentukan. Perlu adanya sosialisasi lanjut yang lebih intensif untuk penguatan kesiapsiagaan masyarakat.
Obyek berisiko lain yang ada di sekitar puncak Gunungapi Kelud yang mempunyai ketinggian kurang dari 1800 m dpal adalah perkebunan, peternakan, dan lokasi wisata. Perkebunan yang ada di kawasan sekitar Puncak adalah teh, kopi, karet, tebu, cengkeh–selain kebun nanas yang banyak diusahakan oleh perusahaan daerah maupun masyarakat. Wisata puncak Gunungapi Kelud telah berkembang dengan pesat akhir-akhir ini dan banyak menyerap tenaga kerja. Peternakan juga telah berkembang dengan pesat baik dalam skala kecil hingga menengah. Penghidupan masyarakat dapat terganggu jika aktivitas kegunungapian meningkat intensitasnya dan berlangsung lama. Pengumpulan data dan analisis data harus dilakukan secara cepat. Untuk itulah peran perguruan tinggi, dalam hal ini UGM melalui Fakultas Geografi dan PSBA dapat menyumbangkan andil di dalam mengurangi dan menanggulangi dampak bencana yang mungkin timbul.