YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada mengirim tim dari Fakultas Kedokteran Hewan untuk keperluan pemeriksaan kesehatan hewan korban erupsi Kelud. Sebanyak lima orang mahasiswa profesi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) ini akan bergabung dengan tim relawan UGM yang terdiri mahasiswa Kedokteran dan Psikologi yang akan diberangkatkan hari ini ke Kediri. “Para mahasiswa FKH UGM ditugaskan membantu kebutuhan pengungsi sekaligus memeriksa kesehatan hewan yang menjadi korban dari erupsi kelud,” kata Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama FKH UGM, Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto, Senin (17/2).
Di lapangan, kata Indarjulianto, para mahasiswa FKH UGM bertugas melalukan assesment keadaan hewan ternak dan hewan kesayangan yang menjadi korban dari bencana erupsi kelud. Mereka juga bertugas untuk membantu pemeriksaan dan memberikan pengobatan gratis bagi hewan yang terkena sakit yang berada di sekitar daerah kawasan Kelud. “Dari fakultas akan memberikan dukungan untuk kebutuhan obat-obatan yang diperlukan,” katanya.
Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat LPPM UGM, Ir. Irfan Dwidya Prijambada, M.Eng., Ph.D., menuturkan sebanyak 30 relawan akan ditugaskan selama 1-2 minggu untuk membantu penanganan kondisi darurat bencana akibat bencana erupsi Gunung Kelud di Kabupaten Kediri. Para relawan ini akan ditempatkan di tiga titik lokasi di tiga kecamatan yakni di Posko Satlak Kediri di simpang lima Gumul, Kecamatan Kepung, dan kecamatan Ngancar.
Tugas para relawan ini membantu proses manajemen logistik barang bantuan serta memantau keadaan pengungsi yang berada di lokasi pengungsian. Disamping itu, mereka juga bertugas membantu penanganan medis serta proses psiko-sosial terkait kondisi para pengungsi.
Koordinator Disaster Respons Unit (DERU) UGM, Dr. Novi Siti Kusuji Indrastuti, M.Hum., menuturkan dari hasil survei di tim DERU di 81 titik lokasi pengungsian di Kediri, para pengungsi tersebar di empat kecamatan, yakni Wates (5.462 jiwa), Kepung (18.000 jiwa), Kandangan (3.039 jiwa), dan Ngancar 19 (28.698 jiwa). Di Kecamatan Kepung, kata Novi para pengungsi masih membutuhkan relawan tenaga medis dan relawan psikologi, masker, serta obat-obatan. “Penempatan relawan mahasiswa UGM berlangsung selama 2 minggu, tapi tidak menutup kemungkinan juga diperpanjang,” ujarnya.
Antisipasi Bahaya Banjir Lahar Dingin
Peneliti Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, Prof. Dr. Junun Sartohadi,M.Sc., mengatakan salah satu dampak yang perlu dikhawatirkan pascaerupsi Kelud adalah potensi turunnya banjir lahar dingin. Pasalnya, sejumlah 18 sungai yang berhulu di lereng atas Gunungapi Kelud berpotensi terhadap bahaya sekunder lahar dimana terdapat 28 desa terlewati oleh sungai-sungai tersebut. ”Dari 18 sungai, hanya terdapat 8 desa yang sudah dilengkapi dengan bangunan pengendali sedimen untuk mengantisipasi lahar dan sisanya tidak dilengkapi sabo dam,” katanya.
Ketua Magister Manajemen Bencana UGM, Prof. Dr. Sudibyakto, mengatakan pascaerupsi Sinabung dan Kelud manajemen bencana gunung berapi sebelum terjadi letusan perlu diperbaiki. Terutama terkait kesiagsiagaan dan kepatuhan masyarakat yang perlu ditingkatkan. “Sistem informasi peringatan dini sudah berjalan baik namun kurang disosialisasikan dan masih kurangnya infrastruktur pendukung,” katanya.
Tidak hanya itu, imbuhnya, pengalaman di Kabupaten Tanah Karo dan Kediri menunjukkan struktur BPBD belum terbentuk dan aspek pendanaan sangat lemah. Ditambah lagi, pemerintah daerah terkesan masih ‘gagap’ dalam penanganan bencana terutama fase tanggap darurat. “Ke depan perlu disiapkan divisi perencanaan, operasi logistik, dan keuangan. Tapi tidak kalah penting, integrasi manajemen bencana berbasis masyarakat dengan didukung database kependudukan daerah rawan bencana,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)