YOGYAKARTA – Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc., menantang mahasiswa dan peneliti Sekolah Vokasi UGM untuk membuat alat yang bisa membersihkan dampak abu vulkanik hasil letusan gunung berapi yang selama ini hanya bergantung pada guyuran air hujan. Seperti diketahui dampak dari sebaran abu vulkanik erupsi Gunung Kelud sampai saat ini belum sepenuhnya selesai dibersihkan. Padahal sebaran abu vulkanik ini melanda hampir seluruh daerah di pulau Jawa.
“Sekarang ini kita menghadapi debu berlebihan, seharusnya teman-teman (peneliti) di Sekolah Vokasi bisa menciptakan teknologi sederhana yang bisa dimanfaatkan membersihkan debu di saat bencana tapi juga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari,” kata Rektor di hadapan ratusan lulusan Ahli Madya sekolah Vokasi yang baru selesai diwisuda, Kamis (20/2).
Menurut Pratikno, dirinya yakin mahasiswa dan peneliti di Sekolah Vokasi bisa membuat alat semacam itu. Pasalnya, banyak hasil karya dari Sekolah Vokasi yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan industri. “Selain berguna bagi masyarakat, pada akhirnya nanti berguna untuk industri dan pembangunan ekonomi Indonesia,” katanya.
Diakui Pratikno, bencana seharusnya bisa menginspirasi setiap civitas akademika untuk melahirkan sebuah inovasi baru. Dia mencontohkan pengalaman Jepang yang berhasil mendeteksi gempa bumi meski hanya 4 detik sebelum gempa bumi berlangsung. Alat deteksi tersebut dibuat setelah Jepang dilanda bencana gempa bumi Kobe pada tahun 1995 yang meledakkan rumah penduduk akibat kebocoran saluran pipa gas dan kecelakaan kereta api cepat Shinkansen. “Sebelum gelombang gempa datang, seluruh sistem distribusi gas langsung dihentikan, keretea api massal langsung dihentikan. Sehingga risiko korban bencana bisa diminimalisir,” katanya.
Di hadapan 587 Ahli Madya lulusan Sekolah Vokasi, Pratikno menegaskan di tengah bencana yang menyulitkan sekarang ini, setiap orang bisa memanfaatkan bencana sebagai arena pembelajaran yang inovatif sekaligus untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. “Bencana bukan untuk kita ratapi, tapi menjadi arena pembelajaran yang harus kita manfaatkan,” ujarnya.
587 Ahli Madya
Direktur Administrasi Akademik UGM, Dr.Agr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih, melaporkan UGM mewisuda 587 lulusan Diploma. Lama studi rata-rata 2 tahun 9 bulan. Masa studi tersingkat diraih Agus Budiman dari prodi D3 Elektronika dan Instrumentasi yang lulus dalam waktu 2 tahun 4 bulan. Lulusan termuda diraih Enggar Sukma Kinanthi dari prodi D3 Akuntansi yang lulus pada usia 19 tahun 2 bulan.
Jumlah wisudawan yang berpredikat cumlaude sebanyak 129 orang atau 21,98% dari total wisudawan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) rata-rata 3,22. IPK tertinggi diraih oleh Ryan Alief Putra dari D3 Ekonomi Terapan dengan IPK 3,97. (Humas UGM/Gusti Grehenson)