
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), pada hari Jumat (28/2) menggelar diskusi panel bertema “Konservasi Biodiversitas Tropika Indonesia”. Diskusi panel yang diikuti 50 peserta baik dari kalangan dosen maupun mahasiswa ini menghadirkan tiga pakar Biologi yang sudah banyak memberikan kontribusi bagi konservasi sumber daya hayati di Indonesia, yaitu Prof. dr. E. K. S. Harini Muntajib, M.S., Dr. Triadiati, dan Dra. Minantyorini.
Terdapat tiga hal utama dalam konservasi, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah, serta pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Menurut Prof. Harini, ilmu biologi terutama pendidikan konservasi sangat dibutuhkan sebagai dasar pemikiran untuk menjaga kelestarian sumber daya hayati yang ada. Karena itu, katanya, diperlukan etika yang baik dari masing-masing individu dan semua bisa dimulai dengan menghargai kehidupan.
“Dengan begitu orang akan mempunyai etika, sehingga dalam aktivitasnya orang akan berpikir dan bertindak untuk menjaga dan mengembangkan sumber daya hayati yang ada di sekitarnya,” ungkap Harini di ruang sidang bawah Fakultas Biologi UGM.
Dikatakannya, interaksi antarorganisme melalui rantai makanan mampu menciptakan keseimbangan dalam ekosistem. Keseimbangan ini perlu dijaga, karena organisme baik yang ada di permukaan tanah maupun di bawahnya membutuhkan habitat yang nyaman. Sebagai contoh, tumbuhan bawah (understory) merupakan tempat penting untuk serangga tanah.
“Serangga tersebut dapat dikonservasi dengan tetap mempertahankan kerapatan vegetasi dan keragaman vegetasi agar tercipta iklim mikro yang sesuai untuk kehidupan organisme. Karena itu, mulailah semua itu dengan membaca kondisi lingkungan di sekitar kita”, paparnya.
Sementara itu, Triadiarti mengingatkan bila terjadi kepunahan satu spesies, maka spesies tersebut tidak akan dapat diciptakan lagi. Oleh karena itu, akademisi dan peneliti perlu menjelajah ke beberapa tempat, misalnya hutan yang ada di Indonesia. Dengan menjelajah hutan, baik akademisi maupun peneliti bisa menganalisis keanekaragaman hayati, sekaligus mempelajari konservasi spesies langka yang ditemukan.
“Bagaimanapun pengalaman eksplorasi harus menjadi garda terdepan untuk mengembangkan ilmu yang telah diperoleh,” tuturnya. (Humas UGM/ Agung)