Pemilih pemula dari 5 kabupaten/kota di DIY ternyata banyak memperoleh informasi tentang pemilu dari media massa. Mereka memperoleh informasi seperti jadwal pemilu dan sebagainya lebih banyak dari media massa dan bukan berasal dari sosialisasi KPU. Hal ini merupakan salah satu hasil riset yang dilakukan oleh YouSure Fisipol UGM. Menurut salah satu peneliti YouSure, Desintha Dwi Asriani, M.A., penelitian ini dilakukan terhadap 500 siswa SMA di DIY pada bulan Februari lalu.
“Dari media massa sebanyak 37%, sekolah 12%, KPU dan aparat desa 9%. Jadi media massa menjadi aktor penting dalam sosialisasi pemilu,” kata Desintha pada Talkshow Dinamika Pemilih Pemula: Persoalan, Peluang, dan Tantangan di Ruang Seminar Timur, FISIPOL UGM, Rabu (12/3).
Meskipun media massa menjadi salah satu aktor penting dalam sosialisasi pemilu, hal ini menimbulkan persoalan pada orientasi pemilih pemula dalam memilih. Desintha menilai media massa membentuk opini publik sehingga pemilih pemula cenderung memilih berdasarkan iklan politik dan bukan rekam jejak calon.
“Jika tidak hati-hati memang orientasi pemilih pemula akan digiring pada salah satu peserta pemilu sehingga menjadi kerugian besar,” jelasnya.
Dari penelitian tersebut juga terungkap bahwa 60% pemilih pemula ini belum pernah memperoleh sosialisasi pemilu 2014. Selain itu, 65% pemilih pemula menyatakan tidak mengetahui jumlah parpol peserta pemilu.
Sementara itu anggota KPU DIY, Farid Bambang Siswantoro mengaku prihatin dengan hasil riset tersebut. Meskipun demikian Farid mengakui selama ini KPU DIY terkendala ketika akan melakukan sosialisasi pemilu di SMA.
“Relawan demokrasi banyak menawarkan sosialisasi di SMA tetapi banyak yang ditolak. Ya mungkin baru fokus persiapan ujian nasional atau takut terpolitisasi,” papar Farid.
Ia menjelaskan hadirnya relawan demokrasi antara lain melakukan sosialisasi pemilu kepada lima segmen pemilih, yaitu pemilih pemula, difabel, perempuan, kaum marjinal dan keagamaan.
Di tempat sama dosen Jurusan Politik Pemerintahan Fisipol UGM, Amalinda Savirani, M.A., mengatakan persoalan pemilu bukan semata-mata persoalan kaum tua tetapi juga generasi muda pemilih pemula yang sama-sama memiliki hak pilih. Amalinda melihat selama ini sistem demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya ramah dengan pemilih.
“Generasi muda jangan hanya jadi obyek pemilu saja. Selain itu hal-hal yang teknis jangan dibiarkan karena bisa saja golput itu terjadi karena faktor tidak sengaja,” tegas Amalinda. (Humas UGM/Satria)