Selama bertahun-tahun UGM telah menjadi kampus yang memberikan perhatian besar bagi difabel. Perhatian ini diwujudkan dengan ditingkatkannya prasarana fisik bagi difabel serta mendorong penelitian dosen dan mahasiswa untuk kepentingan difabel seperti keyboard dan mouse Diamond, tongkat blindsonar, peta taktual, kursi roda dengan sensor otak, dan lain-lain.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UGM, Prof. dr. Iwan Dwi Prahasto, M.Med., Sc., Ph.D., mengatakan untuk memperjuangkan hak-hak difabel dan meningkatkan kepedulian warga kampus kepada difabel. Diantaranya, tahun lalu UGM juga telah mendirikan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Peduli Difabel.
“UKM ini tidak hanya diikuti oleh mahasiswa difabel UGM, namun juga mahasiswa UGM lain yang peduli kepada difabel,”kata Iwan, Selasa (18/3) di UGM.
Iwan menambahkan untuk memberikan akses pendidikan kepada difabel, UGM telah mempertimbangkan berbagai hal dalam menetapkan syarat fisik pendaftaran SNMPTN. Hal ini mengemuka pada diskusi yang diikuti oleh pimpinan universitas, dekan, dan UKM Peduli Difabel dalam Focus Group Discussion (FGD), Sabtu (15/3) lalu. Dalam FGD tersebut telah direview kembali syarat fisik yang ditetapkan dalam pendaftaran SNMPTN. Menurut Iwan hasil revisi telah dikirimkan kepada Panitia Pusat SNMPTN pada hari Senin (17/3).
Ia menjelaskan dari 23 prodi IPS di UGM, hanya 5 prodi yang menetapkan syarat fisik. 18 prodi lainnya dapat sepenuhnya menerima difabel. Sedangkan di prodi IPA, dari 44 prodi, sejumlah 5 prodi dari Fakultas MIPA tidak menetapkan syarat fisik pendaftar.
“Semua prodi di FIISIPOL, Filsafat, dan Psikologi tidak ada syarat fisik. Di FIB hanya Arkeologi saja yang punya syarat fisik,” urainya.
Sedangkan prodi lain masih memberlakukan syarat fisik karena memertimbangkan kebutuhan kondisi fisik tertentu dalam mengikuti praktikum dan kerja lapangan. Penjelasan detil mengapa suatu prodi mensyaratkan kebutuhan fisik tertentu akan disampaikan di laman pendaftaran UGM http://um.ugm.ac.id. Penjelasan ini diharapkan dapat membantu difabel untuk menentukan prodi yang sesuai.
Sementara itu Mukhanif Yasin Yusuf, selaku Ketua UKM Peduli Difabel mengatakan bahwa pada prinsipnya yang sangat diperlukan oleh difabel adalah dukungan non-fisik seperti kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Tidak dipungkiri bahwa fasilitas fisik seperti akses gedung bagi difabel, juga merupakan hal yang penting. Namun kebutuhan ini dapat disiasati jika dukungan non-fisik tadi telah terpenuhi.
“Selama ini mahasiswa difabel di UGM tetap dapat mengikuti perkuliahan dengan baik karena adanya dukungan dan kerjasama yang baik dari dosen, karyawan, dan terutama rekan-rekan kuliah,” kata Yasin.
Kepedulian UGM terhadap difabel memang tidak akan berhenti disini. Melalui UKM Peduli Difabel, UGM secara rutin akan menyelenggarakan kegiatan edukasi bagi masyarakat untuk peduli difabel. Dengan program ini diharapkan kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap difabel semakin tinggi, sehingga hak-hak difabel di berbagai bidang kehidupan dapat terpenuhi. (Humas UGM/Satria)