Yogya, KU
Kaum wanita kini tidak perlu khawatir dengan penyakit kanker payudara dan kanker leher rahim. Apa pasal? Ternyata, buah merah dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara dan rahim. Dalam tiga tahun terakhir, potensi buah merah untuk mengobati penyakit kanker dan tumor telah diteliti oleh Prof. Sukarti Moeljopawiro, Ph.D., dosen Fakultas Biologi UGM.
Buah dari tumbuhan endemik di Papua ini telah digunakan untuk makanan, pewarna alami, kerajinan, kelengkapan upacara adat, pengawet daging dan sagu, serta obat oleh penduduk di wilayah tersebut. Dalam penelitian Sukarti, struktur kimia senyawa bioaktif dalam fraksi potensial terhadap sel kanker payudara dan rahim.
“Sari buah merah dapat membunuh 50 persen sel kanker payudara, sel kanker leher rahim, sel kanker usus besar,” kata Sukarti kepada wartawan di sela-sela acara Seminar Nasional Biologi yang digelar dalam rangka purnatugas dirinya sebagai staf pengajar Fakultas Biologi UGM, Kamis (10/12), di Ruang Sidang Pimpinan KPTU fakultas setempat.
Dikatakan oleh wanita kelahiran Yogyakarta, 17 November 1945 ini, sitotiksitas ekstrak buah merah terhadap sel kanker pada masing-masing verietas berbeda. Disebutkan Sukarti, varietas lokal, Yanggiru (buah merah kuning) tidak memiliki senyawa toksik atau aktivitas antikanker terhadap sel kanker payudara dan leher rahim. Sementara ekstrak paling toksik terhadap sel kanker payudara dan leher rahim adalah ekstrak klorofor, varietas lokal Maler dan ekstrak methanol varietas lokal Barugum. “Kandungan golongan senyawa toksik terhadap sel kanker payudara dan leher rahim adalah terpen. Terdapat 25 senyawa yang didominasi 9-octadecenoic acid sebanyak 45 persen dan hexadecanoid acid sekitar 14,7 persen,” ujar lulusan Program Doktor Universitas Missouri Columbia, Amerika, tahun 1985 ini.
Sukarti juga menjelaskan kemampuan buah merah menghambat pertumbuhan sel kanker payudara disebabkan sari buah ini tidak memiliki efek terhadap siklus sel dan menginduksi aposotosis dengan jalan mengaktofkan enzim caspase-3.
Salah satu peneliti dan pengusaha buah merah, Drs. I Made Budi, M.Si., mengatakan buah merah hidup di paparan sahul di daerah Maluku Utara, Papua, Papua Nugini, dan Kepulauan Pasifik. Buah merah dengan kualitas terbaik terdapat di daerah dataran tinggi dengan ketinggian 2500 meter di atas permukaan laut. “Buah ini bisa tumbuh mengalami anomali saat ditanam di tempat lain,” kata Ketua Jurusan Biologi Universitas Cenderawasih, Papua, ini.
Pemanfaatan buah merah oleh masyarakat Papua sudah dilakukan sejak lama. Selama delapan tahun terakhir, dirinya telah meneliti dan mengenalkan buah merah sebagai obat berbagai macam penyakit dengan cara dibuat kapsul dari ekstraknya. Produk ini berkhasiat menyembuhkan asam urat dan meningkatkan daya tahan tubuh. “Hasil ekstrak hanya mendapat 15 persen dari sari buah merah. Sisanya berupa ampas. Saat ini pasokan buah merah dari produk kita ambil dari daerah pegunungan di Wamena. Delapan tahun masih survive,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)