![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/04/0104141396324022929968418-763x510.jpg)
Prof. Dr. Damardjati Supadjar telah berpulang, namun sosoknya tidak mudah dilupakan oleh banyak kalangan. Begitupun dengan mantan-mantan muridnya yang selalu terkenang akan semangat dan pemikiran pakar Filsafat Jawa dan Nusantara ini. Bagi mereka, Damardjati adalah sosok ilmuawan yang patut dijadikan suri tauladan karena mempunyai karakter dan kepribadian yang kuat. Memiliki komitmen tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan selalu bersikap sederhana.
Demikian yang terungkap dalam Diskusi Revolusi Spiritual: Menggali Mutiara Hikmah Alm. Prof. Dr. Damardjati Supadjar untuk Indonesia dan Dunia, Rabu (2/4) di Fakultas Filsafat UGM. Heri Santoso, S.S., M.Hum, salah satu mantan murid Damardjati mengungkapkan Damardjati merupakan sosok yang inspiratif. Tidak hanya itu, beliau memberikan sumbangan besar dalam upaya membangun bangsa melalui pemikiran-pemikiran yang filosofis.
“Almarhum adalah sosok inspiratif. Berbagai pemikiran beliau memberikan banyak inspirasi untuk melakukan hal yang lebih baik,” kata dosen Fakultas Filsafat UGM ini.
Heri menyebutkan Damardjati merupakan sosok pendidik yang gemar berfilsafat. Hal tersebut tidak banyak dijumpai pada kebanyakan pengajar.
“Banyak dosen di Fakultas Filsafat UGM ini, tapi belum ada yang berfilsafat. Baru dilakukan oleh Pak Damardjati, sementara dosen lainnya baru sebatas mengajarkan filsafat saja dan belum melakoninya,” ujar peneliti Pusat Studi Pancasila UGM ini.
Farid Mustofa, dosen Fakultas Filsafat UGM mengungkapkan salah satu yang paling diingatnya dari sosok Damardjati adalah pribadi yang selalu rendah hati dan santun dalam berperilaku meskipun seorang ningrat.
“Satu hal yang melekat pada beliau adalah laku dan cara hidup yang prihatin yang menjadi tradisi para ningrat. Ningrat tidak merujuk kebangsawanan. Namun, ning adalah ‘kasunyatan, hakiki, realitas’; dan rat itu ‘jiwa, semangat’. Ningrat dipahami lebih pada kualitas diri bukan sebagai status sosial,” paparnya.
Meskipun sempat tinggal dalam waktu lama dengan Damardjati, Farid mengaku hingga kini belum sepenuhnya dapat memahami pemikirannya. Apalagi untuk menerapkan pola pemikiran beliau dalam kehidupan.
“Saya pernah tinggal lama dengan beliau, tetapi paling tidak paham akan pemikiran-pemikirannya,” selorohnya.
Menurutnya tidak sedikit khalayak yang mengalami kebingungan sepertinya. Pemikiran Damardjati yang sangat filosofis menjadikan tidak mudah diterima begitu saja oleh setiap orang.
“Kebanyakan orang menilai beliau karena lucu dan saru. Hal itu yang justru ditangkap karena keterbatasan pemikiran orang-orang untuk memahami jalan pemikiran Pak Damardjati,” jelasnya.
Pernyataan senada disampaikan oleh Agus Susilo Farid, pengusaha Tahu Telupat Jogja. Sebagai salah satu bekas muridnya, ia tidak bisa langsung memahami ajaran-ajaran Damardjati.
“Ajaran Prof. Damardjati tidak bisa langsung dipahami, butuh proses pergulatan panjang untuk memahaminya,” tuturnya.
Satu hal yang tidak bisa dilupakan oleh Agus dari Damardjati adalah nilai-nilai yang ditanamkan dalam berwirausaha. Dengan memegang ajaran tersebut akhirnya Agus sukses berbisnis dalam bidang kuliner.
“Beliau mengatakan cari ilmu dengan wirauaha akan melalui proses yang sama. Kalau mencari ilmu dengan betul yang dirasakan adalah byar, ‘mendapat pencerahan’. Kalau wirausaha dengan benar yang dirasa mak prentul. Kalimat itu hanya dipunyai oleh beliau,” jelasnya.
Sementara Nur Cholis, Pemimpin Redaksi Tabloid Sangkakala mengatakan banyak hal yang diperolehnya dari sosok Damardjati. Salah satunya menjadi kenal dengan kalangan spiritual.
“Sejak kenal beliau saya jadi banyak kenal dengan kalangan spiritual,” kata Nur Cholis yang juga menyukai saat-saat berdiskusi berbagai hal dengan Damardjati. (Humas UGM/Ika)