YOGYAKARTA – Sekilas bentuknya bukanlah robot, apalagi hanya terbuat dari gedek, anyaman bambu yang biasa dipakai untuk dinding rumah. Tapi si pembuatnya, Ridho Andika, tetap menamakan ‘Robot Gedek’. Dibuat menyerupai tabung berukuran besar dengan tinggi 3 meter, Robot Gedek ini difungsikan bukan untuk memadamkan api seperti halnya robot buatan mahasiswa lainnya, melainkan difungsikan untuk pengering gabah.
Robot Gedek buatan mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, terdiri dari gedek, kayu, pipa logam, dan heater. Dikerjakan kurang lebih selama dua bulan, Robot Gedek ini menurut Ridho diharapkan bisa membantu petani untuk mempercepat mengeringkan gabah milik mereka setelah panen. “Cukup 5-6 jam, gabah seberat 300 kilogram langsung bisa cepat kering,” kata laki-laki kelahiran Jakarta 23 tahun lalu ditemui di Fakultas Teknologi Pertanian, Senin (7/4).
Bermodalkan uang sekitar kurang lebih Rp 1 juta, ide untuk membuat Robot Gedek awalnya untuk keperluan tugas penulisan skripsi. Dia berkeinginan untuk membantu petani yang selama ini kesulitan mengeringkan gabah saat kondisi cuaca tidak mendukung. “Padahal jika gabah kurang kering bisa mengurangi hasil kualitas beras,” imbuhnya.
Dipilihnya bahan dari gedek, alasan Ridho selain harganya yang relatif murah dan mudah didapat,. Gedek itu sendiri tahan terhadap udara panas yang disalurkan lewat pipa yang berdiameter 3 desimeter. “Bahan gedek sangat fleksibel, saya kira petani nanti bisa membuatnya sendiri,” katanya
Sedangkan untuk bisa mengeringkan gabah, Ridho menggunakan heater dengan daya 2000 watt yang dipinjamkan dari pihak Fakultas. Dari heater yang disambungkan listrik ini bisa menyalurkan udara panas lewat pipa yang terhubung pada bagian atas dan bawah penampung gabah yang terbuat dari gedek. Temperatur yang dihasilkan dari heater tersebut berkisar antara 60-100 derajat celcius. “Bergantung pemanas yang kita tambahkan,” urainya.
RRobot Gedek ini juga dilengkapi juga dengan alat pengukur tingkat kadar air gabah yang dinamakan moisture meter. Untuk mengeceknya, alat deteksinya dimasukkan pada lubang yang ada di dinding gedek. “Setelah 5-6 jam dikeringkan, kadar air gabah sekitar 12 persen, sesuai dengan kadar kering gabah yang disyaratkan,” katanya.
Meski hanya untuk keperluan skripsi, alat pengering gabah buatan Ridho ini sudah ada yang berminat memakainya. Salah seorang pedagang beras dari Dusun Selokerto, Turi, Sleman, kata Ridho, tertarik dengan alat pengering gabah buatannya itu. Namun begitu, ia belum berpikir untuk membisniskan alatnya itu. (Humas UGM/Gusti Grehenson)