![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/04/1704141397718815456510233-767x510.jpg)
UGM berkomitmen untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan bangsa. Salah satunya dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dalam pengembangan agrobisnis.
“Semua yang dilakukan UGM tidak pernah terpisah dari masyarakat. Baik pembelajaran, penelitian, maupun pengabdian yang dilakukan semuanya harus kembali ke masyarakat,” kata Direktur Kerjasama dan Alumni UGM, Dr. Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D., mewakili Rektor UGM, Kamis (17/4) saat menyampaikan sambutan dalam Workshop “Kedaulatan Pangan Berbasis Integrated Farming: Wood, Food, Herbal and Energy” di Ruang Multimedia Kantor Pusat UGM.
Workshop merupakan tindak lanjut dari kerjasama UGM dengan pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang telah disepakati bersama pada 11 Desember 2013 silam. Kegiatan dilakukan untuk memetakan berbagai persoalan di Kabupaten Bojonegoro terkait dengan pengembangan pertanian terpadu (integrated farming).
Ika menegaskan bahwa seluruh kerjasama yang dilakukan oleh UGM baik dengan institusi pemerintahan maupun industri bermuara pada upaya untuk menegakan kemandirian bangsa. Hal tersebut dimulai dengan pengembangan dan penguatan kemandirian di daerah-daerah Indonesia, termasuk Kabupaten Bojonegoro.
“Seluruh kerjasama ditujukan untuk menegakkan kemandirian bangsa. Misalnya yang sudah dilakukan dengan sejumlah daerah seperti dengan Kabupaten Kalimantan Utara, NTT, dan NTB; UGM membantu memajukan daerah disana. Menggali dan memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,” urainya.
Demikian halnya dengan Kabupaten Bojonegoro, Ika Berharap nantinya kerjasama yang dilakukan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pertanian terpadu.
“Bagaimana pengembangan daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat integrated farming di Bojonegoro harapannya bisa diperoleh dalam diskusi ini,” ujarnya.
Sementara Bupati Bojonegoro yang diwakili Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Drs. Setyo Yuliono menyampaikan Kabupaten Bojonegoro memiliki luas wilayah 230,706 hektar dan sebanyak 40,15 persennya didominasi wilayah hutan, lalu 32,58 persen merupakan lahan persawahan, dan sisanya merupakan tanah kering, perkebunan dan lainnya. Hanya saja, dari pemanfaatan tanah sawah ini setiap tahunnya mengalami penyusutan tajam akibat alih fungsi lahan menjadi kawasan industri sektor migas.
“Saat ini setidaknya 1.000 hektar lahan pertanian sudah beralih fungsi menjadi industri minyak dan gas. Hal ini pasti akan terus meningkat karena akan banyak industri migas yang masuk,” jelasnya.
Kondisi tersebut menurut Setyo sangat mengancam keberlanjutan usaha pertanian di kawasan industri migas. Sehingga diperlukan strategi untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan agar bidang pertanian kedepan tidak semakin terpinggirkan oleh pengembangan usaha bidang migas.
“Kalau banyak industri migas yang masuk, pertanian kedepan akan seperti apa? Untuk itu bagaimana agar dengan lahan yang semakin sempit, potensinya bisa dimaksimalkan. Kami berharap UGM dapat membantu mengembangkan pengelolaan lahan pertanian dan hutan Kabupaten Bojonegoro ini,” paparnya.
Sementara Wakil Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UGM, Prof.Dr. Irfan D. Prijambada, M.Eng., menyampaikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di kawasan Migas Jambaran, Bojonegoro dapat dilakukan dengan mengembangkan potensi lokal yang ada. Misalnya dengan mengembangkan budidaya tanaman pangan dan herbal di kawasan hutan.
“Sebesar 43 persen wilayah Bojonegoro itu hutan. Pemberdayaan masyarakat dengan Lembaga Masyarakat Hutan Desa baru dilakuakn seluas 23 hektar di KPH Dander. Jadi masih ada potensi luasan 96.000 hektar yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman seperti padi, empon-empon, dan porang. Hanya saja selama ini masih terkendala pada teknik pengeringan produk herbalnya,” sebutnya.
Kedepan UGM akan mengirimkan KKN Mahasiswa di lima kecamatan yaitu Temayang, Dander, Ngasem, Ngambon, Tambakrejo. Hal itu dilakukan tidak hanya untuk pengembangan teknologi pengering empon-empon, tetapi juga pelaksanaan program pengembangan tanaman pisang, diversifikasi produk olahan pisang, dan pembibitan kambing. Selanjutnya pengembangan ternak ayam, budidaya jati unggul, dan agroforestry optimal atau penguatan kelembagaan lokal.
Irfan menyebutkan melalui sejumlah program tersebut nantinya diharapkan dapat terbentuk kelompok-kelompok wirausaha untuk penguatan kapasitas personal danorganisasi masyarakat. Harapannya, masyarakat juga mampu meningkatkan nilai ekonomis produk lokal sehingga bisa meningkatkan sumber pendapatan masyarakat.
“Tak kalah penting diharapkan bisa membangun skill kepemimpinan dan kewirausahaan sebagai modal pemanfaatan potensi lokal,” jelasnya.
Dalam disuksi tersebut menghadirkan sejumlah pakar UGM di bidang pertanian, peternakan, dan kehutanan. Mereka memperkenalkan berbagai hal yang diharapkan dapat membantu mengembangkan usaha agribisnis dan mewujudkan kemandirian pangan masyarakat Bojonegoro. Beberapa diantaranya teknik pengeringan produk herbal, pengembnagan hutan tanaman untuk tanaman pangan, pengembangan produk herbal dari pemanfaatan tanaman hutan, pemanfaatan lahan hutan untuk tanaman pertanian, serta pengembangan pembibitan kambing dan ternak potong. (Humas UGM/Ika)