Tim Gama Lebah yang lolos sebagai Tim PKM-M UGM tahun 2014 kembali melakukan survei perkembangan peternakan lebah di Desa Mangunan, Bantul. Dalam surve bertajuk "Madu Mawon (Mangunan Dusun Mangun Tawon): Pemberdayaan Lingkungan melalui Ternak Lebah dan Penanganan Produk Lebah secara Intensif untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Dusun Mangunan, Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul”, Tim Gama Lebah UGM menggandeng Teguh, selaku koordinator peternakan lebah di Dusun Mangunan.
Tim Lebah UGM yang terdiri dari 5 mahasiswa, yaitu Pranedya Atria, Siti Mariyam, Catur Setyo Dedi Pamungkas, Farida Rahmawati (Fakultas Teknologi Pertanian) dan Ridwan Ahmad (Fakultas Peternakan) dalam survei kali ini melakukan sharing pengalaman terkait pemanenan ratu lebah, produksi lebah perbulan, dan kondisi sarang lebah. Selain itu yang terpenting ialah belajar bagaimana cara memeras sarang lebah yang akan menjadi madu dengan cara tradisional.
"Sedikit berbeda dari survey-survey sebelumnya, kali ini kita ingin tahu bagaimana memeras sarang lebah dengan menggunakan kain secara tradisional yang nantinya akan kita ganti mesin ekstraktor, yaitu alat pemeras madu secara mudah dan akan dimulai minggu berikutnya," ujar Siti Mariyam, di Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Senin (21/3).
Dalam survei yang dilakukan pada Kamis (17/4), Tim Gama Lebah UGM bersama Teguh, yang telah 40 tahun bergelut di bidang budidaya lebah mengambil ratu lebah dan memindah sarang yang tumbuh alami langsung di sekitar hutan dekat Desa Mangunan. Pengambilan dan pemanenan ini dilakukan secara manual dan tanpa perlindungan apapun.
“Awalnya saya sempat takut karena banyak lebah yang beterbangan, akan tetapi saya tetap berpikiran lebah tidak sejahat yang saya bayangkan. Mereka tidak akan mengganggu jika tidak diganggu”, kata Siti, salah satu Tim PKM Gama Lebah yang juga kandidat Mahasiswa Berprestasi UGM 2014.
Belajar dari Teguh, Siti bercerita pada awalnya sarang lebah diambil dan dimasukkan ke dalam stup, tempat berbentuk balok yang terbuat dari kayu pinus yang digunakan untuk sarang lebah. Setelah itu, lebah pekerja diarahkan masuk ke stup dengan menggunakan tangan secara pelan-pelan. Sambil dicari ratu lebahnya dengan ciri-ciri berukuran tubuh lebih besar dan memiliki warna yang lebih coklat.
Selain itu, katanya, ujung ekor ratu lebah lebih meruncing. Setelah ratu ditemukan, ia dimasukkan ke dalam tempat khusus yang telah disiapkan. Ratu dalam tempat ini turut dimasukkan ke dalam stup. Kemudian stup dibiarkan di tempat semula selama 3 hari. Selama waktu itu pula ratu lebah mendapat makanan dari lebah pekerja.
“Ya, kita pun bisa belajar dari peristiwa ini. Peristiwa ini bisa menjadi teladan, bahwa dalam kondisi apapun rakyat harusnya patuh kepada pemimpin selam pemimpin itu tidak menjerumuskan dalam keburukan,” ujar Siti Mariyam.
Ridwan menambahkan survei di Desa Mangunan dilakukan di 15 kelompok peternak lebah. Bahkan perjalanan cukup menantang, hingga melewati semak belukar yang tingginya mencapai 1 meter. "Di setiap tempat kami langsung mengamati keadaan sarang yang sudah berhasil diisi lebah. Dari 13 stup atau sarang lebah, delapan diantaranya sudah terisi. Sarang selebihnya masih dalam tahap pemasukan lebah yang baru. Kita berharap dari upaya penelitian ini nantinya mampu memberi peningkatan usaha madu di Mangunan," papar Ridwan menambahkan. (Humas UGM/ Agung)