Kebudayaan hybrid/eklektik terbentuk karena adanya aspek-aspek yang secara ideologis maupun paradigmatis tidak saling bertentangan, sehingga terbentuklah kebudayaan baru bersifat inovatif dan kreatif. Kebudayaan ini antara lain terdapat pada seni lukis modern, arsitektur, gaya busana, dan gaya hidup.
Kebudayaan hybrid/eklektik merupakan unsur-unsur Islam dalam seni lukis modern Indonesia yang mengekspresikan aspek-aspek ritual keagamaan, seperti salat, haji, kisah para Nabi, ayat-ayat Quran, pengalaman religius, dan simbol-simbol Islam, mulai muncul sejak tahun 1960an. Seni lukis modern yang merepresentasikan semua unsur-unsur Islam tersebut, secara visual terdiri dari seni modern kaligrafi, lukisan abstrak dan representasional.
Menurut Drs Agus Priyatno SSn, hal itu juga dipengaruhi faktor-faktor eksternal, seperti perkembangan Islam, kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya, kebijakan pemerintah, letak geografis, hubungan antarbangsa, dan lain-lain. Disamping itu, terdapat kesadaran para seniman membangun identitas diri dan tidak hanya menjadi epigon kebudayaan barat yang telah melahirkan corak seni yang berbeda yang memperkaya estetika seni rupa dunia.
“Hal ini merupakan faktor internal yang mendorong munculnya seni lukis modern bernilai keislaman dalam seni lukis modern di Indonesia,†ujar Agus Priyatno.
Dosen Seni Rupa Universitas Negeri Medan (UNIMED) menyampaikan hal itu saat melangsungkan ujian terbuka program doktor hari Selasa (25/9), di Sekolah Pascasarjana UGM. Promovendus mempertahankan desertasi “Unsur-Unsur Islam Dalam seni Lukis Modern Di Indonesia, 1962-1998†dengan bertindak selaku promotor Prof Dr RM Soedarsono dan ko-promotor Dr M Agus Burhan MHum.
Desertasi Agus Priyatno termasuk klasifikasi kajian seni murni, yaitu desertasi yang mengkaji subjek penelitian (seni lukis modern) dari sudut pandang teologi Islam (ulumuddin). Penelitian ini juga mengkaji subjek penelitian berdasarkan semiotika untuk mengungkapkan aspek visual, aspek ide (tema), dan aspek ideology lukisan.
“Selain itu, penelitian ini juga menguraikan aspek kesejarahan yaitu perkembangan seni lukis dalam dunia Islam sejak abad ke-7 hingga abad ke-20 di Indonesia,†tambah pria kelahiran Magelang 18 Agustus 1965 ini.
Pusat-pusat perkembangan seni lukis modern Islam, kata Agus, dapat ditemui di sejumlah kota besar di Indonesia, terutama di Bandung dan Yogyakarta. Di dua kota ini, perkembangan seni lukis modern Islam didukung keberadaan sekolah seni seperti Institut Teknologi Bandung dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, serta adanya sejumlah pelukis Muslim yang gigih memperjuangkan seni Islami.
Pelukis-pelukis itu seperti, Ahmad Sadali, Abdul Djalil Pirous, Abay D Subarna, Amri yahya, Widayat, Affandi, Amang Rahman dan Syaiful Adnan. “Pelukis-pelukis dari generasi lebih muda yang juga banyak mecipta lukisan Islami antara lain Agus Kamal, Hendra Buana, Asnida Hasan, wasito dan Sentot Widodo,†tandas Agus yang dinyatakan meraih gelar doktor bidang ilmu seni dan seni pertunjukkan UGM dengan predikat memuaskan. (Humas UGM)