Indonesia memiliki ribuan karya baik sastra maupun nonsastra yang mendokumentasikan kebudayaan dan kehidupan masyarakat nusantara. Sayangnya, literatur yang dihasilkan belum mampu menyentuh masyarakat internasional. Hal ini terlihat dari belum banyak ditemukannya literatur Indonesia di pasar dunia.
“Literatur kita belum diperhitungkan di tingkat global,” jelas Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia bidang kebudayaan, Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M. Arch., Ph.D., pada kegiatan Safari Kebangkitan Literasi Nusantara dalam rangkaian World Book Day dan sosialisai Frankfrut Book Fair (FBF) 2014 dan 2015, yang diselenggarakan oleh UGM bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bidang kebudayaan, dan Ikatan Penerbit Indonesia di UC UGM, Rabu (23/4).
Belum banyaknya karya sastra yang dialihbahasakan ke dalam bahasa internasional, dikatakan Wiendu menjadi salah satu faktor yang menjadikannya kurang dikenal masyarakat dunia. Karenanya, pemerintah mendorong upaya penerjemahan karya sastra Indonesia ke dalam bahasa Inggris.
“Penerjemahan karya sastra maupun buku Indonesia ke dalam bahasa non-Indonesia masih sangat terbatas dan minim sehingga kehadiran lietratur kita di tingkat internasional belum diakui,” terangnya.
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengalokasikan dana sebesar 11 miliar untuk proses penerjemahan sekitar 150 karya sastra pengarang Indonesia terpilih ke dalam bahasa Inggris dan bahasa Jerman.
“Kita siapkan 1 juta USD untuk program penerjemahan sebagai persiapan sebagai Guset of Honor Frankfrut Book Fair 2015 mendatang di Jerman,” katanya.
Melalui buku dan karya yang akan diterjemahkan dan di pamerkan dalam FBF 2015 mendatang, Wiendu berharap mampu mengangkat literasi Indonesia. Selain itu juga memperkenalkan dunia penerbitan Indonesia kepada masyarakat internasional.
“Jadi sebenarnya ikut FBF 2015 kedepan bukan sekedar mengikuti pameran buku, tetapi sebagai upaya totalitas diplomasi kebudayaan Indonesia melalui ekspresi sastra,” jelas Guru Besar Fakultas Teknik UGM ini.
Ketua Harian Panitia Nasional FBF Indonesia sebagai tamu kehormatan, Dr. Ing. Ir. Agus Maryono mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu tamu kehormatan dalam FBF 2015 di Jerman. Dalam pameran tersebut rencananya akan diikuti sekitar 2 ribu penerbit dari 114 negara di seluruh belahan dunia.
“Gerakan Indonesia ke Frankfrut harapannya menjadi gerakan kebangkitan literasi nusantara,” tutur dosen Fakultas Teknik UGM ini.
Agus memamparkan dalam kegiatan FBF Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memamerkan buku-buku unggulan dari jenis buku-buku sastra dan non-sastra hasil karya anak bangsa. Selain dipamerkan, buku-buku yang lolos seleksi akan diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, bahasa Inggris, atau bahasa asing lainnya.
“Karenanya kami mengundang partisipasi dari berbagai kalangan baik penerbit, lembaga/institusi kebahasaan dan kesastraan, maupun masyarakat umum untuk mengirimkan buku atau karya pilihan yang dianggap layak untuk diterjemahkan atau dipamerkan dalam Frankfurt Book Fair (FBF) 2014 dan 2015. Kami tunggu hingga 30 April ini,” ajaknya.
Sementara Budayawan Goenawan Muhammad menyebutkan tidak tersentuhnya sejarah bangsa Indonesia oleh Amerika menjadi salah satu faktor yang menyebabkan karya sastra maupun buku Indonesia tidak dikenal dunia internasional.
“Bisa dilihat di Amerika tidak ada satu pun buku puisi karya pengarang Indonesia. Sementara karya sastra negara lain di ASEAN seperti Laos, Kamboja ada,” terangnya
Selain itu tidak dikenalnya karya anak bangsa karena Indonesia dijajah oleh bangsa dengan bahasa yang terisolir.
“Ditambah lagi Indonesia dijajah Belanda dengan bahasa yang terisolir,” imbuhnya.
Meskipun awalnya merasa pesimistis terhadap keikutsertaan Indoensia di FBF 2015, Goenawan berharap melalui kegiatan tersebut nantinya dapat menjadi wahana untuk mempromosikan Indonesia di tingkat global. Tak hanya itu, kegiatan ini juga diharapkan mampu membangkitkan literasi Indonesia dalam berbagi bidang. (Humas UGM/Ika)