![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/05/05051413992795291785125150-680x510.jpg)
YOGYAKARTA – Monoteater, sebuah konsep baru dalam pementasan seni teater akan ditampilkan di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) UGM pada 8-9 Mei mendatang. Kepala Pusat Studi Kebudayaan (PSK) UGM, Dr. Aprinus Salam, M.Hum mengatakan, pihaknya kini mulai meneguhkan posisi Pusat Studi Kebudayaan untuk menjadi pusat kreasi. “Saat ini kita sedang membangun pusat studi sebagai basis dari lima hal: pusat riset, analisis budaya, kreasi, legitimasi, dan dokumentasi,” tuturnya pada Konferensi Pers Senin (5/5), di Pusat Studi Kebudayaan UGM.
Salah satu gebrakan yang dilakukan PSK UGM, lanjut Aprinus adalah dengan menggelar petunjukan monoteater ini. Aprinus menambahkan, dalam penggarapan monoteater yang bertajuk “Burung Pak Lurah”, monoteater ini mengisahkan tentang seorang Lurah yang akan habis masa jabatannya. Sang Lurah memikirkan cara-cara bagaimana agar dia bisa terpilih kembali sebagai Lurah. “Berbagai rencana ia susun untuk melancarkan maksud tujuannya tersebut,” katanya.
Pak Lurah yang hobi memelihara burung ini dikisahkan selalu menceritakan rahasia-rahasia dan segala rencana-rencananya pada burung peliharaannya. Burung-burung itu diajaknya bercengkrama, bahkan acapkali meminta jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya.
Dalam pementasan ini, Heddy Prasetyo menuturkan, ia menjalani tiga peran sekaligus, yakni sebagai Pak Lurah, sebagai Bapak, dan sebagai Warga Biasa. “Kesulitannya ada pada proses menjadi, saya sudah hampir empat belas tahun tidak bermain teater lagi,” ujarnya. Namun demikian, ia mengaku bisa beradaptasi dengan cepat dalam menjalani ketiga karakter tersebut. Naskah monoteater “Burung Pak Lurah” ditulis oleh Habsyari Banyu Jenar, sementara sebagai pengatur latar musik oleh Rio-Sinang, sedangkan Aprinus sendiri bertindak sebagai penyelaras. (Humas UGM/Faisol)