Presiden dan CEO PT. Dahana, Dr. Fajar Harry Sampurno Kuffal, M.B.A., menyebutkan bahwa pengelolaan perusahaan BUMN tidak sesuai dengan diamanatkan dalam UUD 1945 terutama pada pasal 33. Pasalnya pengelolaan BUMN telah menyimpang dari tujuan awal pendiriannya untuk memberikan pelayanan umum dan mensejahterahkan rakyat lewat keuntungan yang didapatkan dari unit usaha bisnis yang dijalankan. “Sejauh ini pengelolaan pengembangan BUMN menyimpang dari tujuan awal pendiriannya,” kata Harry, Rabu (21/5) dalam CEO Talk the Walk di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.
Herry menjelaskan bahwa dasar-dasar kebijakan pengelolaan BUMN seharusnya sesuai dengan yang tercantum pada pasal 33 UUD 1945. Menurut pasal 33 UUD 1945 bumi, air, dan kekayaan alam yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. BUMN berperan sebagai badan usaha yang diberi kekuasaan negara untuk menjamin pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
“Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada di tangan seseorang. Namun pada kenyataanya pemerintah menerapkan privatisasi perusahaan swasta dapat memiliki BUMN. Ini kan tidak sesuai dengan semangat dalam pasal 33 UUD 1945,” paparnya.
Privatisasi menyebabkan pergeseran sistem perekonomian yang diamanatkan dalam UUD 1945. Bentuk pergeseran terjadi pada kepemilikan modal dan tujuan perusahaan. Seharusnya BUMN melaksanakan fungsi pemerintah untuk pelayanan umum. “Namun saat ini banyak BUMN yang di PT-kan,” kata pimpinan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri bahan peledak ini.
Harry berharap kedepan ada kejelasan kebijakan yang mengatur BUMN sehingga tidak merugikan kesejahteraan masyarakat. “Kalau melakukan pelayanan umum dijadikan perum saja. Kalau PT ikuti UU PT, jangan tidak jelas seperti sekarang,” tandasnya.
Sementara Dr. A. Tony Prasetiantono, dosen FEB UGM menilai aturan pengelolaan perusahaan BUMN seharusnya bisa mengikuti perkembangan dan pergerakan dinamika dunia bisnis saat ini. “Dunia bergerak dengan cepat sehingga tidak bisa selalu diikuti UU yang lama,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)