Yogya, KU
Setiap tahun, Indonesia memerlukan sebanyak 700 hinggga 800 ribu ekor sapi yang didatangkan dari Australia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging. Sekitar 350 ribu ekor dalan bentuk sapi hidup, selebihnya dalam bentuk daging.
Demikian yang diungkapkan Direktur Budidaya Ternak Ruminansia dari Direktorat Jenderal Peternakaan Departemen Pertanian RI Ir Fauzi Luthan, usai menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional ‘Peternakan dan Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan,’ Kamis (8/11) dalam rangka Dies Natalis Ke-38 Fakultas Peternakan UGM.
Menurut Fauzi Luthan, saat ini Indonesia belum swasembada daging sapi karena 28 persen kebutuhan daging sapi masih impor dari Australia. Dirinya mengatakan, paling tidak untuk swasembada daging sapai minimal kebutuhan impor hanya 10 persen.
“Pemerintah sudah menargetkan tahun 2010 kita sudah swasembada daging sapi, dan program ini sudah dicanangkan sejak dua tahun lalu, dimulai dengan program reguler,†ujarnya.
Diakui Fauzan, kendala yang dihadapi dalam mencapai target swasembada daging sapi tersebut, kecilnya peningkatan kelahiran sapi induk. Di Indonesia menurut Fauzan tingkat kelahiran ternak sapi induk relatif masih sangat kecil, sekitar 15,8 persen dari 3, 1 juta ekor sapi induk yang ada
“Jika ini bisa kita tingkatkan sekitar 60-70 persen maka kebutuhan akan swasembada daging sapi akan segera tercapai, “ tegasnya.
Salah satu upaya yang akan dilakukan, kata Fauzan, diantaranya melakukan penyuluhan dan pembimbingan kepada peternak, menyiapkan inseminasi buatan yang lebih baik dan melakukana penangangan kesehatan terhadap gangguan reproduksi ternak.
“Yang terjadi selama ini, program inseminasi buatan yang dianggap kurang berhasil, padahal ternaknya yang kurang siap dengan adanya gangguan reproduksi,†katanya.
Maka dari itu, kata Fauzan, Deptan setidaknya masih membutuhkan sebanyak 10 ribu tenaga penyuluh pertanian kontrak termasuk di dalamnya tenaga peternakan yang difokuskan pada daerah sentra sapi potong dan sapi perah.
Lebih lanjut Fauzan menambahkan, ada 18 provinsi yang difokuskan, diantaranya Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT, Sulsel, Sultra, Sulteng, Kalsel dan Kalbar.
“Mulai tahun 2008 kita akan menerapkan program percepatan di daerah–daerah yang memiliki induk populasi ternak dalam jumlah besar, ini yang kita push (dorong) peningkatan kelahirannya dengan cara meningkatakan jumlah bantuan pejantan unggul, inseminasi buatan, dan penanganan kesehatan reproduksi,†tandasnya. (Humas UGM)