
Sektor ekonomi potensial menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan ekonomi Daerah Otonom Baru (DOB). DOB mencapai predikat daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah kabupaten/kota yang minimal memiliki dua sektor basis yang terkonsentrasi di daerah dan memiliki pertumbuhan lebih cepat dari sektor yang sama pada tingkat provinsi, serta memiliki keunggulan komparatif.
“Sementara itu DOB akan relatif tertinggal ketika kabupaten/kota dengan lebih banyak memiliki sektor non-basis tanpa keunggulan komperatif,” kata Ambya pada ujian terbuka program doktor Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Senin (26/5). Pada ujian terbuka ini Ambya mempertahankan disertasinya yang berjudul "Belanja Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Daerah Otonom Baru (DOB)".
Ambya menjelaskan perkembangan DOB cukup pesat. Data dari Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri menunjukkan bahwa sampai tahun 2009 telah terbentuk 205 DOB yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Sementara hingga tahun 2011 DOB dalam proses usulan mencapai 18 daerah.
“Kegiatan pembangunan DOB ini sebagian besar dibiayai melalui dana pusat dalam bentuk dana perimbangan,” katanya.
Penelitian Ambya ini dilakukan pada 32 DOB yang terdiri dari 24 kabupaten, dan 8 kota yang tersebar di seluruh Indonesia. Penentuan DOB yaitu kabupaten/kota yang dimekarkan pada tahun 1999, bukan DOB yang dimekarkan lagi, dan di luar Propinsi Nangro Aceh Darusalam (NAD), serta Propinsi Papua. Hasil penelitian berdasarkan tipologi Klassen menunjukkan bahwa setelah lima tahun pertama ada 22,5 persen DOB dapat menjadi daerah cepat maju dan cepat tumbuh, dan 34,37 persen merupakan daerah relatif tertinggal. Pada lima tahun berikutnya terdapat penurunan pada DOB cepat maju dan cepat tumbuh menjadi 21,87 persen sedangkan yang relative tertinggal masih ada 12,50 persen.
“Di sini terlihat bahwa sektor ekonomi potensial menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan ekonomi DOB tersebut,” urai dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung itu.
Ambya menambahkan bahwa pola belanja daerah yang mampu menggerakan ekonomi daerah yaitu DOB dengan struktur anggaran yang mengalokasikan lebih banyak pada belanja modal. Selain itu, DOB akan cepat maju dan tumbuh ketika memiliki alokasi belanja modal lebih besar dari belanja pegawai, dan sebaliknya DOB relatif tertinggal dengan alokasi belanja modal lebih kecil dari belanja pegawai.
“Penelitian juga membuktikan bahwa belanja pemerintah daerah bidang pendidikan riil perkapita, kesehatan riil perkapita, dan infrastruktur riil perkapita, serta jumlah tenaga kerja bepengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi,” tambah Ambya.
Di akhir paparan Ambya berharap adanya upaya pemerintah DOB untuk mendorong pengeluaran di sektor publik agar bersifat elastis terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak pengeluaran pemerintah untuk sektor publik semakin banyak barang publik, seperti penyediaan infrastruktur daerah berupa transportasi, pendidikan, dan atau kesehatan, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Humas UGM/Satria)