
Rektor-rektor di DIY akan menyampaikan surat pernyataan bersama ke publik berkaitan tindak kekerasan yang terjadi di Yogyakarta. Surat pernyataan yang ditujukan ke pemerintah, pihak kepolisian, dan masyarakat itu sebagai bentuk seruan perguruan tinggi (PT) untuk penguatan pluralisme yang tercoreng akibat kekerasan atas nama agama yang terjadi beberapa hari lalu di kota ini.
“Dalam pertemuan sejumlah rektor PTN dan PTS di DIY kemarin disepakati akan ada seruan penguatan pluralisme ke publik dalam waktu dekat. Saat ini kami masih membuat draftnya, dalam waktu dekat surat itu akan kami sampaikan ke publik,” ungkap sosiolog UGM, Muhammad Najib kepada wartawan di kampus setempat, Selasa (3/6).
Menurut Najib, kekerasan yang mengatasnamakan agama oleh kelompok tertentu tersebut sangat merisaukan DIY sebagai kota yang menjunjung tinggi pluralisme. Kasus tersebut menjadi tamparan keras bagi DIY sebagai simbol kota toleransi, baik di Indonesia maupun di tingkat internasional.
Bahkan UNESCO memiliki program pluralisme di kota ini sebagai proyek percontohan bagi daerah dan kota lain di tingkat global. Karenanya, semua pihak harus berperan serta dalam menjaga toleransi dan pluralisme di DIY.
“Kasus kekerasan yang terjadi dua kali dalam waktu berdekatan ini jadi tamparan keras buat DIY dan menjadi peringatan bagi negara untuk melindungi warganya untuk hidup sesuai keyakinan dan menegakkan hukum. Seruan rektor akan jadi agenda bersama dan kolektif sebagai peran serta perguruan tinggi dalam menjaga pluralisme,” tandasnya.
Sementara Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi mengungkapkan, berdasarkan data dari KOMNAS HAM, ada sebanyak 15 nama korban kekerasan kasus perusakan dan pemukulan di rumah Direktur Galangpress, Julius Filicianus di Dusun Tanjungsari Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Kamis (29/5) malam akan mendapatkan perlindungan dari lembaga tersebut. LPSK akan memberikan perlindungan secara medis maupun psikologis.
“Perlindungan didasarkan pada tingkat kepentingan keterangan saksi, rekam medis, track record, dan ancaman yang didapat,” jelasnya.
Rombongan LPSK yang dipimpin Edwin sebelum ke UGM menemui Julius Filicianus yang baru saja menjalani operasi dan masih dirawat di RS Panti Rapih. Mereka juga menemui korban lainya Nurwahid dan jurnalis Kompas TV, Michael Aryawan.
“Ketika terjadi peristiwa kedua, di Pangukan, Sleman saya melihat disana negara memang tidak hadir. Bagaimana kelompok tertentu masuk dalam satu lokasi? Mereka bebas melakukan pengrusakan, sementara aparat hanya menonton. Tidak ada yang dapat diharapkan dari negara saat itu,” kata Michael. (Humas UGM/Agung)