Stagnasi di bidang infrastruktur dinilai sebagai penyebab terjadinya stagnasi di bidang ekonomi. Bahkan, tidak adanya pertumbuhan infrastruktur yang signifikan, berakibat ekonomi nasional tidak menggelinding.
Menurut Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM Dr Heru Sutomo, dibangunnya sebuah infrastruktur biasanya akan menggelindingkan roda ekonomi dan memicu sektor lain bergerak. “Nah karena infrastrukturnya itu stagnan, yang memulai menggelinding tidak ada, semua sektor riil saat ini dinilai mandeg,†ujarnya di Gedung Pusat UGM, hari Rabu, (25/7).
Hal itu dikatakannya terkait penyelenggaraan Workshop Infrastruktur dan Pembangunan Masyarakat oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM.
Kata Heru, telah terjadi kekeliruan cara pandang insinyur terhadap pembangunan infrastruktur di Indonesia. Mereka melihat membangun infrastruktur hanya dari kacamata fisik saja.
“Nah permasalahan ini adalah permasalahan sangat besar. Sudut pandang insinyur mengakui bila konsep pembangunan infrastruktur berupa fisik saja keliru. Pandangan fisik berupa bendungan, jembatan, jalan tol tidak pernah ada konsep yang jelas. Kenapa kita membangun itu? Kemana arah pembangunan selanjutnya, sektor apa saja yang mengikutinya?,†ujarnya.
Kekeliruan paling fundamental, kata Heru, pembangunan infrastruktur dianggap sebagai obat cespleng. Habis dibangun semua akan bisa berjalan.
“Ternyata kan tidak. Misalnya lahan sejuta hektare dibangun jadi, mestinya harus diikuti kredit mikro. Masyarakat setempat harus difasilitasi untuk pertanian didaerah itu. Nah orang teknik selalu tidak bisa masuk dalam perencanaan seperti itu, “ tambah Heru.
Oleh karena itu, kata Heru, workshop ini tidak hanya memberikan rambu hati-hati bagaimana infrastruktur harus dibangun, namun mengajak masyarakat berfikir ulang bagaimana jika tanpa infrastruktur, masyarakat mampu terpenuhi kebutuhannya.
“Bayangkan saja, pembangunan jalan sudah jadi tetapi ketika masyarakat terkena wabah penyakit dirinya tidak bisa bergerak. Karena tidak memiliki kendaraan. Orang pun kemudian berfikir: ne ngono biyen rasah dibangun wae,†imbuh Heru.
Karenanya, penyediaan infrastruktur yang tidak memiliki keterkaitan jelas dengan kebijakan dan program pembangunan, dinilai Heru, tidak hanya boros dana, tapi juga semakin membebani masyarakat. Infrastruktur pun nampaknya hanya dipandang sebagai proyek, bukan sebagai aset kemanfaatan umum.
“Tidak hanya dibidang kesehatan tapi juga pendidikan dan lain-lain. Bisa nggak kemudian layanan kesehatan, pendidikan jemput bola. Sementara nusantara ini memiliki pulau-pulau kecil. Daripada membangun infrastruktur hanya untuk segelintir orang. Seperti di Natuna. Mungkin bisa kita bikin dokter terbang seminggu sekali. Tidak lagi perlu membangun dermaga, landasan dan lain-lain. Itu mahal, cukup pesawat yang bisa mendarat di air. Australia sudah memakai sistim itu. Negerinya besar, penduduknya sedikit. Konsep ini jauh lebih murah daripada membangun infrastruktur,†tandasnya.
Selain dihadiri para pejabat pemerintah, workshop yang dibuka Wakil Rektor UGM Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha (APU) Ir Tony Atyanto Dharoko MPhil PhD ini, diikuti pula staf pengajar perguruan tinggi, pengusaha, LSM dan pemerhati masalah pembangunan masyarakat. (Humas UGM).