YOGYAKARTA – Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai pemenang Pilpres tadi malam. Namun penetapan pemenang ini diwarnai dengan sikap yang kurang elok dan arif yang dilakukan oleh capres Prabowo Subianto yang memilih mundur dari proses pelaksanaan Pilpres beberapa jam menjelang pengumuman hasil pilpres. Tidak hanya mundur, Prabowo justru menyatakan menolak hasil pilpres dengan alasan suaranya dicurangi. Tindakan Prabowo ini sangat disayangkan oleh beberapa tokoh masyarakat dan para akademisi. Salah satunya dari Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., yang menganggap sikap prabowo yang menolak pelaksanaan pilpres sebagai sikap yang tidak demokratis dan ketidakdewasaan dalam berpolitik. ”Selama ini belum pernah ada kandidat menyatakan mengundurkan diri dalam proses pilkada atau pemilu, ini untuk pertama kalinya di Indonesia,” katanya.
Menurut Pratikno seharusnya Prabowo mengikuti proses rekapitulasi perhitungan suara hingga selesai bahkan sampai KPU mengumumkan pemenang pilpres. Kalau pun menolak hasi pilpres maka secara konstitusional bisa digugat di tingkat MK.“Sikap inkonsisten ini sangat disayangkan. Di satu sisi menyatakan tunduk terhadap konstitusi, tetapi di sisi lain menolak menggunakan mekanisme yang diatur dalam konstitusi” imbuhnya.
Pernyataan mengundurkan diri dari proses Pilpres ini bisa berimplikasi pada gugurnya hak konstitusi untuk mengajukan gugatan hasil Pilpres ke MK.
Pratikno berpendapat, demokrasi membutuhkan kepatuhan terhadap aturan main. Seharusnya pasangan capres dan cawapres yang ikut dalam pemilu presiden sebaiknya tetap menghormati proses dan hasil yang telah ditetapkan oleh KPU. “Masyarakat luas sudah menunjukkan kedewasaannya dalam berpolitik dengan keaktifannya dalam Pilpres, dan tanpa gejolak dalam suasana yang menegangkan. Saatnya elit nasional justru harus belajar pada kearifan politik masyarakat” imbuhnya.
Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof. Dr. Eddy OS Hiarej, menegaskan mundurnya Prabowo dari pilpres tidak bisa dikenakan sanksi pidana, soalnya aturan yang diatur dalam undang-undang apabila yang bersangkutan mundur sebelum pencoblosan atau mundur setelah penetapan pemenang pada putaran pertama. “Ini tidak ada putaran pertama, kelihatannya mereka sudah mengkaji itu sebelumnya sehingga tidak bisa dikenakan pidana,” kata pengajar Fakultas Hukum ini.
Meski tim dari Prabowo kemudian menyebutkan bahwa Prabowo mundur dari proses rekapitulasi dan menolak hasil pilpres, namun hasil penetapan pemenang pilpres oleh KPU tetap sah secara hukum. “Hasil itu sah,” katanya.
Tim Prabowo yang berencana melakukan gugatan ke tingkat Mahkamah Konstitusi, Eddy menilai langkah hukum tersebut kontraproduktif dan inkonsistensi, pasalnya Prabowo sudah menyatakan mundur dari arena pilpres. “Kalo pun maju, itu sangat lucu,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)