![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2014/08/13081414079190442003115811-765x510.jpg)
YOGYAKARTA – Medang adalah kerajaan kuno di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kerajaan ini berjaya antara abad 8 dan 10. Dalam kurun waktu tersebut, sebagai salah satu wujud kemajuan budaya dan teknologi pada masa itu adalah telah dibangun bangunan struktural arsitektur monumental yakni Candi Borobudur dan Prambanan. Keduanya telah diakui sebagai warisan budaya dunia. Namun begitu, tidak banyak data yang didapatkan dari kerajaan ini. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Pengurus Masyrakat Pecinta Warisan Medang, Dr. Budiono Santoso kepada wartawan usia menjadi pembicara dalam seminar Sekarah dan peradab Medang yang berlangsung di auditorium fakultas kedokteran UGM, Rabu (13/8). Hadir sebagai pembicara diantaranya sejarawan UGM Dr. Riboet Darmosoetopo, Guru Besar Fakultas Geografi UGM, Prof. Dr. Suratman, Staf ahli Kemenristek Dr. Ichwan Sukardi dan Budayawan Jaya Suprana.
Budiono menuturkan, pihaknya melibatkan 5-6 arkeolog untuk menelusuri data peradaban kerajaan Medang di daerah sebagian besar Jawa Tengah. Tidak hanya arkeolog, tim dari berbagai pemerhati sejarah dan lintas profesi mengali data dan informasi dari berbagai sumber baik di dalam dan luar negeri. Budiono menyebutkan sampai saat ini diketahui daerah yang menjadi pusat peradan Medang berada di Temanggung, Magelang, Purbalingga, Salatiga, dan Wonosobo. Tidak hanya kompleks candi Ratu Boko yang berada bagian timur wilayah DIY, dahulunya termasuk tempat pemukiman para bangsawan.
Sejarawan UGM, Riboet Darmooetopo mengatakan pengaruh peradaban Medang sebenrnya tidak hanya ada di Jawa tapi mencakup juga bagian Pilipina Selatan. Hal itu dibuktikan dengan ditemukan prasasti di pantai Pilipina selatan yang tertulis bertahun 822 SM, berbahasa melayu kuno, beraksara Kawi, dan berisi tentang hutang-piutang. “Bahasa melayu kuno termasuk bahasa Kawi tersebar luas saat itu hingga Madagaskar, tidak lain karena keberhasilan transportasi kapal untuk keperluan dagang,” ungkapnya.
Tinggalan hasil budaya dari masa Indonesia-kuno khususnya pada masa Medang diakui Riboet sangatlah mengagumkan. Pada saat itu diketahui hasil padi sangat berlimpah sehingga beras dijadikan barang dagangan yang dijual di tingkat lokal dan regional. Menurutnya melimpahnya hasil padi ini tentu saja tidak lepas dari kemajuan teknologi dan kesuburan tanah. “Semuanya terekam di relief di candi Borobudur mupun di dalam prasasti,” paparnya.
Yang menarik, ujarnya, Candi Borobudur didirikan bukan dalam satu periode tapi dalam waktu yang panjang. Bangunan yang terlihat kompak dan kokoh tersebut dibangun secara berkelanjutan dan terus menerus. “Ini pengalaman yang harusnya bisa kita petik, jangan sampai ganti presiden, ganti menteri, justru menghentikan proses pembangunan dari bangunan yang sudah dibangun sebelumnya,” katanya.
Meskipun demikian, Riboet mengatakan penelitian tentang sejarah kerajaan Medang masih sangat minim. Oleh karena itu diperlukan penggalian data lebih lanjut. “Semunaya menjadi aset dan kebanggan kita. Harus kita jaga, teliti dan diambil semangatnya untuk dipraktekkan di masa sekarang,” tegasnya.
Sementara staf ahli Kemenristek, Ichwan Sukardi, menyatakan ribuan candi dan hasil budaya ini bukanlah semata-mata monumen kejayaan masa lalu. Dari peninggalan tersebut dapat diungkapkan berbagai pencapaian di bidang ilmu pengetahuan, tata negara, perekonomian, seni dan agama. Belum lagi informasi-informasi yang dapat digali dari prasasti yang jumlahnya ratusan, sampai saat ini masih mempunyai relevansi dengan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa. “Ada kebanggan dan kepercayaan diri yang bisa kita dapatkan. Kita memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak kalah saing dengan bangsa lain di masa itu. Mengajarkan kita agar lebih kreatif dan inovatif,” katanya.
Budayawam Jaya Suprana menuturkan sejarah Medang bisa dijadikan inspirasi bagi siapa saja untuk membangun bangsa. Dari sejarah itu pula bisa diketahui kehebatan bangsa di masa lalu. “Kehebatan bangsa di masa lalu bisa menjadi inspirasi,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)